KALAMANTHANA, Pontianak – Polda Kalimantan Barat mengusulkan seorang perwira menengah mereka, AKBP ET, dipecat. Apa yang membuat mantan kepala bidang itu diusulkan mencopot pakaian kebesaran kepolisiannya?
Semua ini bermula dari terjadinya kasus penggelembungan anggaran jasa telekomunikasi di lingkungan Polda Jabar. Akibat penggelembungan itu, negara merugi sebesar Rp6,5 miliar.
Dalam aksinya menguras duit negara, ET tidak bekerja sendiri. Mantan Kepala Bidang Teknologi Informasi Polda Kalbar itu menjalankan aksinya setelah menjalin komplotan dengan sejumlah pihak.
Dia, misalnya, bekerja sama dengan AY, Ketua Koperasi Pegawai Telkom (Kopegtel) periode 2011-2014. Ketua Kopegtel saat ini, FS, pun diajak kerja sama dan diduga ikut kecipratan duit haram itu. Lalu, ikut serta pula FR, Manajer Keuangan Kopegtel Pontianak.
Modus yang dilakukan ET dengan ketiga tersangka lainnya itu, yakni menggelembungkan jumlah tagihan bulanan. Misalnya tagihan yang seharusnya hanya Rp100 juta, kemudian dinaikkan jadi Rp200 juta. Aneh juga karena peristiwa itu berlangsung selama tiga sampai empat tahun dan tak seorang pun yang mencium ulahnya sampai akhirnya terbongkar.
Hasil gelar perkara Oktober 2015, Polda Kalbar menetapkan keempat orang itu sebagai tersangka.
“Polda Kalbar telah melakukan penyitaan aset milik ET, di antaranya satu unit rumah, tanah seluas 2.049 meter persegi, satu unit mobil Ford Eco Sport, serta uang tunai senilai Rp640 juta, atau berhasil mengembalikan kerugian negara sekitar Rp4,5 miliar,” kata Pejabat Sementara Kabid Humas Polda Kalbar Badarudin.
AKBP ET sendiri sudah dijatuhi vonis penjara 4 tahun 8 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak. Sesuai aturan, anggota Polri yang mendapatkan hukuman penjara dengan vonis di atas empat tahun, maka ia bisa diajukan untuk proses pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat.
“Karena vonis terhadap terdakwa ET selama 4,8 tahun, maka sudah selayaknya dilakukan PTDH,” ungkap Badarudin. (ant/ik)
Discussion about this post