KALAMANTHANA, Muara Teweh – Jika saja Fatimah Bagan, aktivis perempuan Barito Utara jadi melakukan gugatan class action terhadap PLN, dia bukan orang pertama yang melakukan. So?
Fatimah Bagan berencana menggalang masyarakat Barito Utara melakukan gugatan class action jika tak ada perbaikan pada PT PLN Muara Teweh. Dia, sebagaimana kebanyakan masyarakat Barito Utara, merasa kecewa dan dirugikan oleh seringnya terjadi pemadaman listrik.
Apa yang hendak dilakukan Fatimah sebenarnya bukan hal yang baru. Maret lalu, misalnya, tiga organisasi massa di Lampung, yakni HMI Cabang Bandarlampung, Mapancas, dan Gerakan Pemuda Nusantara (GPN), juga melakukan gugatan terhadap PLN Tanjungkarang. Tak tanggung-tanggung, mereka menggugat PLN, Presiden RI, Menteri ESDM, dan Gubernur Lampung, termasuk karena pemadaman bergilir yang dilakukan PLN. Mereka minta ganti rugi senilai Ro100 miliar.
Setahun sebelumnya, PLN Aceh yang mendapat gugatan class action. Persoalannya serupa, sering terjadi pemadaman bergilir listri yang merugikan pelanggan. Dalam gugatan, Yayasan Advokat Rakyat Aceh (YARA) meminta majelis hakim memerintahkan PLN membayarkan ganti rugi sebesar 196 miliar untuk 951.165 pelanggan yang ada di seluruh Aceh.
Di Kalimantan Tengah, class action seperti ini juga pernah dilakukan pelanggan PLN di Kabupaten Kotawaringin Barat. Tapi, majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun yang diketuai Aris Gunawan, pada persidangan 11 Desember 2014 itu, menyatakan menolak gugatan tersebut karena dianggap kabur.
Pun di Sumatera Selatan, tujuh tahun lalu. Syafruddin dan kawan-kawan melancarkan class action terhadap PT PLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung, juga karena pemadaman bergilir. Hanya saja, gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang. Melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Palembang dan kasasi ke Mahkamah Agung, nasib gugatan tersebut tetap sama, ditolak. (ss)
Discussion about this post