KALAMANTHANA, Palangka Raya – Di tengah banyaknya desakan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pada anak, Ketua DPRD Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sigit K Yunianto, mengambil sikap berbeda. Dia menyatakan menolak dilaksanakannya hukuman kebiri itu.
“Seyogyanya hukuman itu tidak merusak organ tubuh. Hukum positif kita mengacu pada Pancasila sehingga jika hukum kebiri dilakukan, maka hukuman itu tak sesuai dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab,” katanya di Palangka Raya, Selasa (24/5/2016).
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu, pelaksanaan hukum kebiri juga dapat menimbulkan dampak lain di antaranya dapat menimbulkan balas dendam ketika fungsi bagian organ tubuhnya dikurangi.
Dia mengatakan bahwa mereka yang telah dikebiri mungkin tidak bisa melakukan kegiatan pemerkosaan lagi. Namun karena dikurangi organnya, maka bisa berimplikasi berbuat lebih kejam lagi.
Jadi, lanjut dia, alih-alih menghilangkan perilaku keji predator seksual, kastrasi hormonal justru berpotensi kuat melipatgandakan kecenderungan pelaku kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi residivis.
“Saya tetap ingin pelaku kejahatan seksual terutama pada anak ini dapat dihukum seberat-beratnya menurut hukum positif yang dibuat di negara ini, tapi arahnya bukan ke hukum kebiri,” katanya.
Dia mengatakan bahwa hukuman berat memang diperlukan supaya pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi akhir-akhir ini jera, namun hukuman tersebut sebaiknya dirumuskan lewat pembahasan dan kesepakatan bersama.
“Karena itu, kita mendesak pemerintah untuk memikirkan lagi secara matang dan jangan mengedepankan emosional semata dalam pembuatan peraturan terutama dalam Perppu hukuman kebiri tersebut,” kata Sigit. (ant/akm)
Discussion about this post