JOKO Widodo dianggap sebagai presiden yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pariwisata. Sepuluh destinasi baru yang populer dengan 10 Bali Baru adalah bukti keseriusan pemerintahan Jokowi-JK menciptakan strategi meraup devisa.
“Luar biasa, pariwisata sudah dimasukkan dalam program utama, program prioritas, selain infrastruktur, pangan, energi dan maritim,” kata Asnawi Bahar, Ketua Asita Pusat.
Kendati Jokowi belum genap dua tahun mengendalikan pemerintahan, gairah di sektor pariwisata nasional mulai berkobar. Investor juga semakin percaya akan masa depan pariwisata Indonesia. “Mereka sudah merasakan deregulasi yang cepat dan serius di sektor pariwisata,” jelas pria asal Sumatera Barat ini.
Dia mencontohkan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), yang selama 6 presiden sebelumnya hanya 15 negara. Di masa Mantan Gubernur DKI ini, berubah menjadi 45 negara, lalu bertambah jadi 90, dan kini sudah 169 negara. International openess dengan program visa fasilitation ini adalah bagian dari keseriusan pemerintah. “Tidak heran jika Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 mencatat ada
10,41 juta kunjungan penduduk mancanegara ke Indonesia. Ini berarti meningkat cukup tajam dibanding tahun 2014 yang hanya mencapai angka 9,4 juta,” sebutnya.
Gurihnya sektor pariwisata tadi diprediksi bakal terus dirasakan dalam beberapa tahun ke depan. Sektor pariwisata diyakini bakal menjadi pemasok devisa terbesar. Bahkan, pada 2019 devisa dari sektor pariwisata diprediksi akan mengalahkan devisa dari sektor minyak dan gas (migas). “Saya kira ini bukan retorika politik. Ini analisa bisnis yang masuk akal. Gejalanya sudah mulai terdeteksi sejak 2014. Saat itu, devisa yang diterima kas negara dari sektor pariwisata mencapai Rp 155 triliun. Angkanya mencapai 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” katanya.
Penghasilan devisa dari sektor pariwisata langsung naik ke posisi keempat di bawah minyak dan gas, batubara dan minyak kelapa sawit. “Ini tidak mungkin terjadi ketika presidennya tidak concern di pariwisata. Benar Pak Menpar Arief Yahya yang menyebut CEO commitment, di Bupati dan Gubernur. Presiden juga begitu! Dalam program Nawacita terkandung semangat percepatan laju
pertumbuhan ekonomi di segala bidang, termasuk pariwisata,” terang Asnawi.
Yang membuat Asnawi angkat topi, saat ini pariwisata sungguh-sungguh dijadikan leading sector pembangunan. Dan hal itu, selalu dikawal langsung oleh Presiden Jokowi. “Beliau sering meninjau sendiri objek wisata, meningkatkan anggaran promosi, menggelar rapat terbatas bidang pariwisata yang menghadirkan pelaku usaha, wapres, menko hingga menteri terkait. Dan kami diperkenankan bicara bebas di forum. Ini sangat mendorong kinerja kami sebagai operator atau pelaku,” tambah Asnawi.
Dia mencontohkan, akhir tahun 31 Desember 2015, Presiden Jokowi menghabiskan malam tahun baru justru di Raja Ampat, Papua. Nomor satunya wisata bahari bawah laut. Beliau juga meninjau Labuan Bajo Komodo, Danau Toba Sumatera Utara, Belitung Babel, Tanjung Lesung Banten, sampai ke Borobudur Jawa Tengah. “Itu sinyal yang konkret, perhatian ke pariwisata luar biasa!” ungkapnya.
Sinyal keberpihakan terhadap pembangunan pariwisata memang sudah terlihat jelas dalam anggaran yang dikucurkan. Untuk infrastruktur dan promosi pariwisata, pemerintah berani mengucurkan anggaran Rp 5,6 trilliun. Itu membuat anggaran Kementerian Pariwisata seperti balon, naik drastis. Promosi gencar jadi makin leluasa dilakukan di negara-negara ASEAN serta tiga negara besar Asia seperti Jepang, Korea dan Tiongkok. Itu dilakukan tanpa mengenyampingkan promosi di kawasan
Timur Tengah, Eropa, Australia serta kawasan benua Amerika. “Dari segi originasi, kawasan ASEAN dan tiga negara itu potensinya memang lebih besar dibandingkan misalnya kawasan Amerika Latin. Fokus berpromosi di daerah-daerah yang menghasilkan potensi besar tadi sudah tepat,” ucapnya.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Didien Junaedy, ikut buka suara. Bagi dia, saat ini, pariwisata Indonesia sudah berjalan di rel yang benar. “Wisatawan mancanegara kita tahun ini 10 juta, nanti ditingkatkan menjadi 20 juta wisman. Devisa sekarang US$10 miliar akan tingkatkan US$20 miliar. Jumlah rakyat yang bekerja 3 juta, akan ditingkatkan menjadi 7 juta. Sekarang Presiden semangat banget soal pariwisata. Karena beliau tahu ini sektor paling cepat ciptakan lapangan kerja. Cost-nya hanya US$3.000 per job.Sektor lain butuh US$50.000,” paparnya.
Dengan keberpihakan tadi, Didien makin yakin sektor pariwisata bisa menjadi andalan perolehan devisa. Apalagi, pariwisata Indonesia memiliki keunggulan dari sisi destinasi dan harga. “Industri pariwisata Indonesia sudah memiliki pertumbuhan 7,2 persen per tahun.
Angka ini sudah jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pariwisata dunia yang mencatatkan angka 4,7 persen. Dengan jumlah turis dunia yang mencapai 1,3 miliar orang, maka masih ada potensi untuk meningkatkan pertumbuhan kunjungan wisata,”ujarnya. (*)
Discussion about this post