HANYA dua minggu setelah Presiden Joko Widodo bertemu Presiden Korea di Seoul, Menpar Arief Yahya langsung bergerak. Tak mau buang waktu, dia datang untuk menemukan teknis kerja sama di bidang pariwisata sebagai tindak lanjut dari pertemuan dua pemimpin negara tersebut.
Solid, speed, dan smart, itulah gaya kepemimpinan Arief Yahya. Ibarat minum kopi hitam, seduhlah selagi masih hangat. Karena nikmatnya justru pada saat hangat-hangat panas. Karena itu, semampang masih hangat, kunjungan presiden ke Korsel, Menpar pun cepat menyusul untuk membereskan implementasi teknisnya.
Lalu apa agenda yang dia boyong? Banyak! Ujungnya adalah mengejar target 20 juta wisatawan mancanegara di tahun 2019.
“Intinya ada tiga besar. Pertama, soal pengembangan destinasi dan industri pariwisata. Konkretnya, kita akan bertemu dengan para investor yang hendak menanamkan modal di bidang kepariwisataan,” jelas Arief Yahya yang sudah dijadwalkan bertemu lima investor pariwisata kelas kakap Korea.
Jika deal, itu akan menyelesaikan problem amenitas di Tanjung Lesung. Amenitas itu seperti hotel, restoran, café, convention center, entertainment, mall, golf course, dan sebangsanya.
Kedua, agenda besar Arief Yahya adalah soal akses, connecting Indonesia-Korea, yang selama ini masih terbatas Seoul-Jakarta saja. Belum ada kota kedua yang terbang ke Indonesia. Juga belum ada penerbangan ke kota lain kecuali Jakarta, seperti Surabaya atau Bali. “Belum ada juga LCC, low cost carrier yang beroperasi menjadi jembatan udara ke tanah air. Karena itu wajar jika dengan tetangga seperti Filipina saja, jumlah wisman dari Korea sangat jauh tertinggal,” kata Arief Yahya. LCC yang sudah appointment dengan Arief Yahya adalah Jeju Airline, Busan Airlines dan Jin Air.
Filipina itu sudah 1,2 juta wisman Korea yang masuk. Outbond ke Thailand juga 1,4 juta, Malaysia angkanya di atas 400 ribu. Yang masuk ke Indonesia masih amat kecil, di posisi 338 ribu. “Padahal outbond Korea itu hampir 20 juta orang. Kita tidak sampai 2 persen, kecil sekali. Padahal ada banyak perusahaan Korea yang beroperasi di Indonesia. Pasti mereka bergerak di manufacturing, belum masuk ke hospitality seperti perhotelan? Beda cerita jika mereka investasi di perhotelan, pasti banyak orang Korea yang datang,” ungkap Arief Yahya.
Agenda ketiga adalah pertemuan dengan wholesaler atau travel agent dan travel biro besar di sana. Menu wajib setiap Menpar kunker ke negara lain. Antara lain dengan Kim Jin-Kook, Presiden Hanatour, lalu Hong Ki-Jung, Vice Chairman Modetour. “Dua travel company itu adalah yang terbesar di Korea,” kata dia, yang ujungnya tetap hardsales.
Naluri pengusaha Arief langsung siap saat hendak bertemu dengan para investor top Korea itu. Arief pun menyiapkan presentasi khusus 10 Bali Baru, atau 10 top destinasi yang sedang dia garap serius. Ke-10 destinasi utama itu antara lain Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu dan Kota Lama Jakarta, Borobudur Jawa Tengah-DIY, Bromo Tengger Semeru Jawa Timur, Mandalika NTB, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Morotai Maltara.
Mana yang paling cocok dan seksi buat investor Korea? Arief Yahya sudah bisa menebak, Korea pasti akan nyaman dengan Tanjung Lesung, yang sudah berstatus KEK Pariwisata dengan luasan 1.500 hektar. Atraksinya oke, punya Taman Nasional di bawah laut, Gunung Krakatau dan anak Gunung Krakatu, TN Ujung Kulon, pasir putih, laut yang bagus. “Kalau soal atraksi dan potensi alamnya, biar Ketua Pokja 10 Top Destinasi Hiramsyah S Thaib yang presentasi,” jelas Menpar yang didampingi Deputi I Gde Pitana dan Ketua Pokja Percepatan 10 Bali Baru, Hiramsyah Sambudhy Thaib itu.
Ketua Asita, Asnawi Bahar juga ikut mendampingi Menpar Arief saat bertemu wholesaler Korea, terutama untuk meyakinkan mereka agar memilih joint dengan tour operator dan tour agency Indonesia yang resmi dan terdaftar sebagai anggota Asita. Tim Jababeka yang mengurus KEK Tanjung Lesung dan KEK Morotai juga ikut bergabung di saat pertemuan dengan investor.
Adapun investor dan perusahaan Korea yang hendak menanamkan modal ke tanah air itu banyak. Ada Lotte Group yang saat ini sudah mengakuisisi Gudang Rabat Makro. Mereka punya bisnis hotel dan resort, tempat shopping, e-commerce, dan departemen store, duty free shop, theme park. Ada Daewoo Construction yang berkecimpung di civil plant dan arsitektur. Ada Teddy Bear Group, spesialis housing, theme park, museum dan exhibition.
Lalu ada Hyundai E&C, Samsung C&T Resort, yang juga berkarya di Theme Park, Hotel, water park, golf club, dan landscaping. Ada Hanwa Hotel and Resort, Aju Group. “Kami akan seriusi dan menawarkan potensi besar di Indonesia,” ujar Menpar Arief Yahya. (*)
Discussion about this post