KALAMANTHANA, Muara Teweh – Kapolres Barito Utara AKBP Roy HM Sihombing mengumpulkan sejumlah tokoh masyarakat, di Aula Mapolres setempat, Selasa (9/8). Pertemuan itu, terkait kasus penganiayaan asisten rumah tangga (ART) di Klinik Bersalin Christina Muara Teweh.
Di depan para tokoh, Roy menyampaikan, akan memproses kasus penganiayaan maupun perbuatan tidak senonoh yang dilakukan pembantu. “Penyidikan kami independen,” tegasnya dalam Coffe Morning didampingi Sekda Barut Ir H Jainal Abidin MAP.
Lebih lanjut, Roy Sihombing menjelaskan, dalam perspektif hukum pidana terdapat perbuatan overmacht (daya paksa), yang dilakukan dalam keadaan terpaksa. “Orang yang melakukan dalam keadaan terpaksa dan dibawah tekanan tidak dapat dihukum,” cetusnya di depan Ketua DAD Barut, Ketua KNPI, Ketua IKBA, PWI, HMI dan tokoh masyarakat lainnya.
Diutarakannya, tidak semua penegakan hukum harus ke pengadilan. Polisi mempertimbangkan juga azas kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum. Dia mengharapkan pernyataan tokoh-tokoh masyarakat membawa kedamaian, sehingga pembangunan di Kabupaten Batara lancar.
Perwira menengah (Pamen) dengan dua melati di pundak itu menceritakan kronologis kasus penganiayaan pembantu, dan pencabulan anak bidan Christina. Bahkan ia memperlihatkan tayangan video jumpa pers korban dan bidan di Bid Humas Polda Kalteng.
“Saya yakin dan percaya masyarakat bisa memahami, yang kami sampaikan kebenaran serta kejujuran tidak lebih dari itu. Sampaikan apa adanya dengan masyarakat,” tutur Roy, sambil mempersilahkan para tokoh masyarakat yang hadir untuk menyampaikan pendapat kepada Polres Barut.
Roy menekankan, saat ini ART Nur Habibah (23) dan DS (23) sudah berada dibawah pengawasan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pemberdayaan Perempuan Kalteng. “Kapolres tidak melarang untuk menjenguk pembantu itu, tidak ada kewenangan Kapolres melarang siapa pun untuk bertemu,” tandasnya.
Apabila ada yang tidak puas, Kapolres mempersilahkan untuk menemui P2TP2A Pemberdayaan Perempuan Kalteng. “Tanyakan langsung apakah yang diceritakan ini rekayasa, kalau perlu buat tim audit investigasi,” tukasnya seraya mengajak masyarakat berfikir bijak, sehingga bersama-sama polisi menjaga keamanan Kabupaten Barut.
Pada pertemuan, Sekda Barut, Ir H Jainal Abidin MAP yang hadir menyampaikan kalau masyarakat ingin memperoleh informasi yang benar dan komprehensif. Dan Setelah ada penjelasan dari Kapolres Barut, semakin banyak informasi yang diterima, karena Pemkab Barut menginginkan kondisi yang aman dan kondusif.
“Masalah ini kita percayakan sepenuhnya kepada kepolisian untuk menangani, sesuai hukum yang berlaku,” ucapnya.
Jainal mengutarakan, pemerintah daerah berharap kejadian seperti itu tidak terulang lagi di Barut.Disamping itu, dengan adanya pertemuan yang menghadirkan tokoh masyarakat, berharap permasalahan bisa selesai.
Terlebih lagi menurut Jainal, para tokoh telah memahami keadaan yang sebenarnya. Namun masyarakat memang memiliki keinginantahunan yang luas, serta kesedihan yang mendalam melihat pembantu rumah tangga yang teraniaya. “Mari kita semua mengambil hikmah untuk ke depan. Mendudukan kepada persoalan yang sebenar-benarna,” tuturna seraya berharap Coffe Morning tetap dilaksanakan rutin untuk membahas Kamtibmas di Kabupaten Barut.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Barut, Drs Jonio Suharto MIP mengutarakan, mendukung proses yang ditangani kepolisian. “Kami menyukai proses perdamaian,” ungkapnya, sembari mengungkapkan kalau tidak meragukan informasi yang diberikan kepolisian.
Namun pendapat berbeda disampaikan Ketua KNPI Barut, Wardatun Nurjamilah ST. Dia menjelaskan, pertama kali mendapatkan informasi dari media massa, namun dari KNPI tidak ada gerakan atau gejolak. Tapi setelah mengetahui ART itu tidak berada di tempat, kemudian Klinik Bersalin Christina diserang massa, baru KNPI mulai bersuara.
“Kami tidak memandang asalnya dari mana dan agamanya apa, tapi kami melihat anak kecil dan perempuan itu. Pada prinsipnya setuju saja kalau ada perdamaian antara pembantu dan majikan, namun bukan berarti menghilangkan proses hukum,” beber Datun.
Dikasus tersebut menurut Wardatun, terdapat kasus penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap balita. Kalau sampai proses terhenti, akan menjadi contoh yang tidak baik. “Visum mesti dilakukan terhadap balita dan ART itu,” timpalnya.
Wartdaun menambahkan, DPD KNPI Kabupaten Barut terus mengupayakan komunikasi dengan P2TP2A Pemberdayaan Perempuan Kalteng, untuk bisa berkomunikasi dengan pihak terkait, terutama korban penganiayaan. Politisi muda ini mengemukakan, pihaknya tidak ada niat untuk mencampuri penanganan hukum, tapi lebih pada pengawalan proses agar antara hak dan kewajiban korban berjalan subjektif.
Sedangkan, Ketua Ikatan Keluarga Batak (IKABA) Barut, dr Charles Butarbutar yang hadir pada pertemuan mengungkapkan, agar permasalahan bisa diselesaikan secara adat Batak. “Saya berharap secepatnya tuntas, kami mendukung diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Carles. (ss)
Discussion about this post