KALAMANTHANA, Tamiang Layang – Puluhan karyawan mengadukan permasalahan mereka ke DPRD Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Mereka, karyawan PT Gunung Emas Abadi (GEA) pada PT. AKM dan PT. SEM mempertanyakan belum adanya penyelesaian tentang pembayaran uang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan belum terbayarnya gaji mereka.
“Beberapa bulan yang lewat PT GEA dan PT AKM secara sepihak merumahkan karyawan. Kalau memang mereka masih bekerja, kenapa tidak dipekerjakan atau diberi gaji atau kalau memang mereka sudah di-PHK, sampai sekarang masih belum ada surat PHK dari pihak perusahaan yang diterima oleh karyawan,” ucap Hardi, Ketua Batamad Bartim selaku pendamping para karyawan yang menutut hak-hak mereka dari pihak perusahaan tambang tersebut pada Rapat Dengar Pendapat Umum (PDPU) di ruang Rapat Paripurna DPRD Bartim pada Jumat (16/9/2016).
Menurut Hardi, informasi dari pihak perusahaan mereka sudah pailit, sudah dua tahun tidak bisa lagi mempekerjakan karyawan, sehingga sampai sekarang karyawan dirumahkan. Karyawan akan dibayar oleh pihak perusahaan dengan nilai yang sama yaitu Rp22 juta lebih untuk setiap orangnya. Akan dibayarkan 3 juta rupiah sebagai DP, sisanya akan dibayarkan oleh pihak perusahaan secara kredit selama 10 bulan, entah karyawan itu sudah bekerja sudah 5 atau 8 tahun tetap akan dibayar sama.
“Kita pun sudah beberapa kali melakukan mediasi melalui dinas terkait, yaitu Dinas Sosial dan Ketenaga Kerjaan (Dinsosnakertran). Acuan yang dipakai adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK) tahun 2013 dan tahun 2016. Didalam UUK itu jelas bagamana hak-hak karyawan selama dia bekerja dan uang pesangon untuk mereka, berjenjang sesuai dengan masa kerja mereka bukan dibayar sama nominalnya,” katanya.
Sementara itu pada kegiatan yang sama manajemen dari PT GEA Hariyanto mengatakan pada tahun 2012 karyawan PT GEA dimutasi untuk menjadi karyawan PT AKM berlaku hingga saat ini. “Semenjak krisis yang melanda dunia pertambangan batubara pada awal tahun 2013 lalu, perusahaan kita sudah mulai goyah, kami juga selalu berusaha untuk menjalankan UUK tahun 2003, dimana kami juga berusaha untuk tidak melakukan PHK terhadap karyawan,” katanya.
Menurut Hariyanto, yang juga Kepala Gudang, sejak tahun 2013 manajemen perusahaan berpikir untuk tetap bertahan, mempertahankan karyawan agar tetap bisa bekerja. Tapi pada tahun 2014, mereka mengubah pola kerja dengan cara merumahkan sebagian karyawan. Pada bulan Februari tahun 2015 kami tidak sanggup lagi melakukan kegiatan operasional dan seluruh karyawan dirumahkan. Hanya bebberapa karyawan yang bekerja, yakni pihak penjaga keamanan.
Lebih lanjut dikatakannya, pada tahun 2015 akhirnya mereka mendapatkan buyers atau pembeli batubara yaitu PT Senamas Energi Mineral (SEM). “Kitapun mendapatkan angin segar, kita bisa mempekerjakan sebagian karyawan untuk bekerja kembali pada bulan Agustus tahun 2015 dan kita kembali mendapat kendala teknis dan cuaca di bulan Oktober, November dan Desember, akhirnya kami tidak bisa menutupi target suplai kepada PT. SEM. Pada bulan april 2016 manajemen perusahan sudah tidak bisa lagi melakukan operasional, akibatnya banyak unit yang ditarik oleh bank, banyak gaji karyawan tidak bisa terbayarkan, posisi perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama dua tahun. Itulah kenapa kami melakukan mengumumkan pembayaran pesangon terhadap karyawan dengan dicicil, agar perusahan bisa memenuhi kewajibannya terhadap 131 orang karyawan,” jelasnya.
Kepala Bidang (Kabid) Ketenagakerjaan Herminto menjelaskan sesuai UU itu ada tiga hak yang harus dibayarkan kepada karyawan yang di PHK oleh pihak perusahaan. Pertama pesangon, kedua penghargaan masa kerja, uang penggantian hak sebesar 15% untuk uang pengobatan dan perumahan serta cuti yang belum diambil. “Maka kami dari Dinsosnakertrans menyarankan agar pihak perusahaan membayarkan hak-hak karyawan yang di PHK sesuai dengan UUK yang berlaku,” pungkasnya. (afa)
Discussion about this post