KALAMANTHANA, Sampit – Tak satu-dua persoalan dihadapi raksasa kelapa sawit Matahari Kahuripan Indonesia (Makin) Group. Kali ini, PT Katingan Indah Utama, salah satu anak usahanya, bakal digugat warga ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Warga, dalam hal ini, adalah anggota KUD Tunas Harapan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Mereka beranggapan, KIU mengingkari perjanjian kerja sama dengan KUD Tunas Harapan. Tak tanggung-tanggung, mereka menuntut haknya sebesar Rp15 miliar lebih.
Pengacara KUD Tunas Harapan, Yasmin, kepada KALAMANTHANA di Sampit, mengatakan Tunas Harapan merupakan mitra KIU dalam pengelolaan kebun sawit (plasma) yang tertuang dalam perjanjian kerja sama nomor 11 tanggal 12 Oktober 2006. KUD Tunas Harapan adalah pemilik lahan seluas 5.332 hektare, sementara KIU melakukan penanaman kelapa sawit di atas lahan tersebut dan melakukan pemeliharaan.
Di dalam perjanjian kerja sama itu, kedua belah pihak sepakat dan berhak menguasai areal kebun seluas 2.666 ha atau 50% dari areal terbuka. “Kedua pihak sama sama menguasai 50% dari luas 5.332 ha,” ucapnya.
Yasmin melanjutkan, pada Januari 2008, kebun sawit kemitraan sudah menghasilkan, namun belum semua tertanam. Menurut hasil pembagian lahan hanya 155,98 ha. Tapi pada bulan Juli 2010, berdasarkan BAP Pembagian Pendapatan yang dibuat oleh PT KIU, di mana lahan koperasi 1.019,26Ha. Anehnya, di bulan Januari 2013 lahan yang tertanam berkurang menjadi 1.876,9 ha. “Menjadi pertanyaan lahan yang sudah tertanam dan menghasilkan justru berkurang ,” ucapnya.
Lebih aneh lagi, KIU pada tahun 2014 menguasai lahan kemitraan seluas 2.891,70 ha dan sedangkan KUD Tunas Harapan hanya menguasai 1.876,92 ha , sehingga bila dihitung ada selisih lahan seluas 1.019,78 ha. Padahal, berdasarkan perjanjian, seharusnya antara KIU dan KUD Tunas Harapan mempunyai hak yang sama dengan perhitungan luas lahan KUD Tunas Harapan 1.876,92 ditambah luas lahan PT. KIU seluas 2.896,70 menjadi 4.773,62 ha kemudian dibagi dua menjadi 2.386,81 ha.
“Seharusnya masing masing mendapatkan 2.386,81 ha, jadi ada selisih 509,89 ha,” tekannya.
Jadi kalau diperhitungakan dengan kekurangan bagi hasil dari 2010 sampai dengan tahun 2016, PT KIU harus membayarkan kekurangan bagi hasil itu sebesar Rp15,42 miliar. “Kami akan tuntut pembayaran kekurangan bagi hasil ini ke Badan Arbitase Nasional. Ini jelas sangat merugikan. Bukannya memberikan keuntungan yang maksimal untuk koperasi akan tetapi sangat merugikan,” pungkasnya.
Perwakilan Kantor KIU di Sampit, Maryanto, tidak berani menanggapi masalah tersebut. “Bukan wewenang saya. Saya tak bisa mengomentari masalah itu. No comment,” katanya lewat telepon selulernya. (joe)
Discussion about this post