KALAMANTHANA, Sampit – Makin Group, raksasa kelapa sawit yang sedang terhuyung, mengakui perubahan aturan pengupahan baru yang mereka terapkan tanpa persetujuan kaum buruh.
Perwakilan PT Mukti Sawit Kahuripan (MSK), Marianto, menyampaikan hal tersebut terkait demo puluhan buruh yang menyampaikan aspirasinya ke DPRD Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Senin (26/9/2016).
“Benar aturan itu tanpa kesepakatan buruh, dan hal itu kita lakukan karena kondisi keuangan perusahaan yang sedang bermasalah atau tidak sehat akibat hasil panen yang menurun hingga mencapai 50 persen, dan hal itu terjadi sejak 2014 lalu,” terangnya.
Menurunnya hasil produksi tersebut akibat dampak dari perubahan cuaca yang tidak menentu sehingga tanaman kelapa sawit banyak yang tidak berbuah. Dan apabila tidak dilakukan perusabahan sistem pengupahan terhadap karyawan, dikhawatirkan perusahaan akan bangkrut.
Meski demikian Marianto juga berjanji akan melakukan beberapa perubahan aturan dan menyesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Sekitar 80 buruh perusahaan sawit PT Mukti Sawit Kahuripan, anak perusahaan Grup grup Matahari Kahuripan Indonesia (Makin) yang beroperasi di Kecamatan Cempaga Hulu, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menggelar demonstrasi ke DPRD.
Ketua DPRD Kotawaringin Timur, Jhon Krisli di Sampit, Senin (26/9/2016) mengatakan, para buruh tersebut menyampaikan beberapa keluhan ke DPRD, yakni adanya perubahan sistem pengupahan buruh petik dan angkut buah kelapa sawit secara sepihak.
“Perubahan sistem pengupahan buruh angkut buah kelapa sawit tersebut dilakukan sepihak tanpa ada kesepakatan dari pihak buruh, akibatnya kondisi itu berdampak pada penghasilan para buruh,” tambahnya.
Jhon mengungkapkan, para buruh menghendaki pihak perusahaan kembali ke sistem pengupahan yang lama, yakni tujuh jam bekerja dalam sehari dan 25 hari kerja dalam satu bulan. Sitem pengupahan yang lama dinilai tidak merugikan buruh, dan juga tidak merugikan pihak perusahaan. (ant/akm)
Discussion about this post