KALAMANTHANA, Penajam – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara merespons positif intruksi Menteri Pendidikan Muhajir Effendy terkait penghapusan Buku Lembar Kerja Siswa atau LKS. Pasalnya instruksi tersebut telah diatur di dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan.
Kepala Disdikpora Marjani di Penajam, Senin (17/102016) mengatakan LKS bisa membebankan orang tua/wali siswa. LKS juga memungkinkan terjadinya duplikasi dan guru tidak mengajar hanya membedah LKS tentu akan membebani siswa itu sendiri. Ketika pulang sekolah tidak akan dibebankan perkerjaan rumah atau PR lagi, semua dituntaskan di sekolah karena ia menilai jika ada PR maka tugas di sekolah tidak tuntas.
“Dengan tidak dipakainya LKS maka siswa tidak akan ada PR lagi, semuanya akan dituntaskan di sekolah dan untuk semester depan yang namanya PR itu tidak ada lagi,” kata Marjani.
Wacana penghapusan LKS telah lama bergulir. Dengan penghapusan LKS, dirinya menilai agar pembelajaran di sekolah semakin efektif serta tidak membebani siswa dengan PR tersebut.
“Buku LKS memang akan segera dilarang, tetapi bukan berati siswa maupun siswi akan bebas setelah pulang dari sekolah. Mereka tetap diberikan tugas yang lebih aplikatif dan bukan sekedar teori. Pelarangan LKS juga tak lepas dari banyaknya praktik bisnis yang dilakukan sebagian oknum guru dengan dalih menambah pemahaman siswa dan otomatis LKS akan membuat guru mengajar tidak efektif.” tambahnya.
Selain itu, ia menekankan penghapusan LKS perlu didukung komitmen pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pengadaan buku paket. Pasalnya, selama ini masalah ketersediaan buku dari pemerintah tak pernah tuntas. Pemerintah mewajibkan judul buku dan penerbit, namun jumlahnya sangat terbatas. Itu membuat orangtua risau karena khawatir mengganggu pembelajaran anaknya.
“Jadi, perlu penekanan khusus di mata pelajaran tertentu agar bisa mengejar ketertinggalan dari siswa lainnya,” tambahnya.
Konsekuensinya buku pelajaran harus dipenuhi pemerintah dengan cara memastikan alokasi bantuan operasional sekolah (BOS) dari daerah maupun pusat mencukupi. “Kami telah menganggarkan di tahun 2013 sebesar Rp8,6 milliar dan di tahun 2014 sebesar Rp4 milliar dan pemerintah pusat berjanji akan mencukupi kebutuhan buku tersebut. Tetapi sampai saat ini buku belum mencukupi dan saya katakan pemerintah pusat tidak konsisten,” lanjutnya.
Seperti yang diketahui saat ini anggaran dari pusat maupun daerah sedang mengalami defisit. Pengadaan buku harus dijamin tidak bermasalah agar proses pembelajaran siswa tidak terganggu, hanya karena buku tidak tersedia. Penghapusan LKS harus didukung Kemendikbud sebagai upaya mendorong perubahan metode pembelajaran di kelas yang masih monoton seperti saat ini. Mestinya, Kurikulum 2013, mendorong sistem pembelajaran secara tematik, bukan mandiri seperti menggunakan LKS. (hr)
Discussion about this post