KALAMANTHANA, Muara Teweh – Harapan DPRD Barito Utara agar satu desa memiliki satu tenaga pendamping untuk memaksimalkan anggaran dana desa, tampaknya sulit terlaksana dana.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Barito Utara Sugianto Panala Putra menerangkan, dana untuk satu desa satu pendamping tidak ada dalam anggaran sehingga akan sulit untuk menerapkannya.
Meski satu desa sudah mendapatkan miliaran dari ADD dan DD serta lainnya, semua masih difokuskan kepada beberapa hal yang lebih prioritas, seperti pembangunan infrastruktur jalan desa, air bersih, sarana kebersihan dan lainnya.
Pembangunan desa adalah cerminan sukses tidaknya pemerintah daerah dalam pembangunan yang lebih besar karena kalau didesa sukses maka secara otomatis pula kabupaten akan sukses. Sebaliknya kalau desa gagal atau tertinggal jauh maka orangpun akan menilai kalau pemerintah daerah tidak mampu dalam pemerataan pembangunan.
“Kita memang sangat memerlukan tenaga pendamping desa, namun banyak pembangunan desa yang memerlukan dana lebih besar sehingga dengan keterbatasan dana yang ada, kita lebih fokus kepada yang prioritas dulu,” tambah Sugianto.
Terkait dengan usulan penggunaan dana untuk pendamping dari kas desa yaitu ADD dan DD dia menambahkan, kalau dana tersebut harus dibagi lagi maka pembangunan desa akan berkurang.
“Kalau semua desa mempunyai tenaga pendamping dan pendanaanya dari APBD kabupaten, kita bisa kalkulasikan. Kalau misalnya honor satu pendamping Rp1,5 juta perbulan dikalikan 93 desa dikalikan 12 bulan, maka Rp1,5 miliar dana APBD akan terserap untuk honor mereka,” tambahnya.
Di kesempatan berbeda, legislator DPRD Barito Utara Sastra Jaya mengatakan, selama ini tenaga pendamping desa pembiayaannya berasal dari pusat dan orang-orangnya melalui seleksi. Hanya saja, menurutnya masih kurang maksimal karena satu tenaga pendamping mencakup beberapa desa. Sedangkan letak geografis Barut kurang mendukung untuk itu karena keterbatasan infrastruktur jalan atau transportasi.
“Terkait honor tenaga pendamping desa semua itu bisa diatur mekanismenya bagaimana , tinggal diarahkan kemana. Yang penting tidak melanggar aturan,” ujarnya.
Dengan besarannya dana yang mengucur ke desa di tengah keterbatasan sumber daya manusia pengelola dan pelaksananya, akan sangat riskan terjadi hal-hal tidak diinginkan. “Ini hendaknya menjadi tanggungjawab kita bersama bagaimana supaya meminimalisir penyimpangan di tengah ketidaktahuan mereka,” tutur politisi dari PDI Perjuangan ini.
Oleh karenanya dewan beranggapan bahwa satu desa satu pendamping sangat penting yang dananya bisa dialokasikan dari desa yang bersangkutan, bukan dari APBD. Mekanisme honornya bisa dimusyarawahkan oleh BPMD dan pihak pemerintah desa .
Ketidaksiapan para aparatur desa dalam mengelola keuangan desa bisa dirasakan dengan serapan dana tahap satu dan tahap dua. Kalau pada tahap satu dana dikucurkan sebesar 60 persen untuk semua desa, namun pada tahap dua ini masih banyak desa yang belum bisa diberi suntukan dana karena terkendala laporan pertanggungjawaban mereka yang belum tuntas dalam penggunaan ADD dan DD 60 persen tersebut.
“Ini sangat penting dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah agar dalam penggunaan dana desa jangan sampai bermasalah dikemudian hari,” paparnya. (atr)
Discussion about this post