KALAMANTHANA, Kuala Kapuas – Tiba-tiba saja, anggota DPRD Kabupaten Kapuas, Lawin, menyatakan reses yang dilakukan dia dan rekan-rekannya, seperti tak punya makna. Sulit bagi mereka memenuhi harapan masyarakat di daerah pemilihan. Ada apa?
Lawin mengibaratkan reses anggota DPRD saat ini seakan hanya seremonial saja. Anggota DPRD dari Dapil V Kapuas (Pulau Petak, Kapuas Murung, Dadahup, dan Kapuas Hilir) itu menyebutkan reses adalah perintah undang-undang untuk mendengarkan apa saja yang menjadi keluhan dan permintaan masyarakat terkait pembangunan.
“Kenapa dikatakan reses dapil anggota DPRD Kabupaten Kapuas dikatakan serimonial? Karena hampir setiap apa yang diusulkan masyarakat melalui anggota DPRD Dapail Lima, khususnya, tidak pernah ada realisasinya,” beber Lawin di Kuala Kapuas, Kamis (22/12/2016).
Mengacu pada anggaran daerah, terlebih untuk tahun 2017 ke depan, bisa dikatakan apa yang diinginkan masyarakat tidak terpenuhi. Apalagi, untuk sementara, estimasi belanja pegawai hampir 60 persen dari belanja modal.
Hal ini yang tidak memungkinkan bisa tercapai pembangunan di desa yang dusulkan melalui reses dapil anggota DPRD Kabupaten Kapuas. Ditambah lagi beban utang pekerjaan proyek multiyears mencapai Rp250 miliar dan peneyertaan modal Rp50 miliar. Dengan total kewajiban yang harus dibayar sebesar Rp300 miliar, mana mungkin bisa membangun menyeluruh setiap dapil yang memohonkan melalui aspirasi yang diusulkan dewan.
Sementara itu, Nurdin, anggota DPRD dari dapil yang sama, tetap berharap Pemerintah Daerah Kapuas merealisasikan apa saja yang menjadi usulan masyarakat. “Masyarakat Handel Badan dan desa mengharapkan adanya aliran listrik dan perbaikan infarstruktur yang selama ini belum mereka nikmati,” katanya.
Dia juga menyorot minimnya anggaran di kecamatan. Dengan minimnya anggaran di kecamatan mereka kesulitan melakukan monitoring terhadap kegiatan atau pembangunan yang ada di desa menggunakan Dana Desa.
“Apa lagi desa yang cukup jauh dari ibu kota kecamatan, tentunya memerlukan anggaran yang cukup besar, sementara itu anggaran di kecamatan sangat terbatas,” tambah Nurdin.
Belum lagi sejumlah kegiatan tingkat kecamatan sendiri, misalkan kegiatan Hari Kemerdekaan (HUT-RI) dan hari besar lainnya yang memang hargus dilakukan pihak kecamatan. Biasanya, hanya meminta kepada pihak ketiga atau masyarakat. Menurut kami hal ini sebaiknya pemerintah daerah agar dapat menyikapi terkait anggaran khsus untuk kecamatan,” tandas Nurdin.(nad)
Discussion about this post