KALAMANTHANA, Sampit – Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Demokrat DPRD Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Muhammad Shaleh, mendesak pemerintah daerah itu untuk mengusut adanya perusahaan sawit illegal.
“Pemerintah Kotawaringin Timur harus mengusut kasus itu hingga tuntas. Jika tidak tentunya akan berdampak buruk terhadap pemerintah daerah,” katanya kepada wartawan di Sampit, Selasa (31/1/2017).
Menurut Shaleh, dampak buruknya adalah karena perusahaan ilegal tersebut tidak membayar kewajibannya, yakni pajak.
Shaleh mengungkapkan, perusahaan sawit ilegal yang diketahui milik CV Agro Yakob tersebut merupakan hasil temuan tim audit perizinan perusahaan sawit pada akhir 2016 lalu.
Tim audit perizinan perusahaan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur itu menemukan kebun ilegal di wilayah Kecamatan Mentaya Hulu dan Telawang dengan lahan seluas 537 hektare.
“Pemerintah Kotawaringin Timur bisa dikatakan kecolongan, sebab mengapa baru sekarang baru tahu kalau itu perusahaan sawit illegal,” katanya.
Shaleh meminta pemerintah daerah memberikan sanksi pidana terhadap perusahaan ilegal tersebut karena telah melakukan pelanggaran.
“Siapapun pemiliknya harus disanksi, biarpun itu milik masyarakat tetap harus memiliki izin karena luasannya mencapai ratusan hektare,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua tim audit perizinan perusahaan sawit yang juga Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur, Halikinnor mengatakan, pemerintah kabupaten sudah menyurati perusahaan itu, namun tidak ada tanggapan. Padahal perusahaan itu diduga sudah menikmati panen kebun kelapa sawit.
“Makanya kita lihat buktinya seperti apa dulu. Kalaupun itu benar dimiliki masyarakat, akan kita teliti karena kalau satu orang memiliki lebih dari 25 hektare maka harus sudah atas nama perusahaan atau lembaga berbadan hukum,” terangnya.
Kebun ilegal itu berada di areal izin lokasi PT Tapian Nadenggan, namun status lokasinya masuk kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT). Namun PT Tapian Nadenggan menegaskan kebun itu bukan milik mereka.
Halikinnor enggan mengomentari dugaan munculannya klaim masyarakat merupakan siasat untuk mengalihkan permasalahan. Namun dia mengaku ragu jika kebun seluas itu, tertata rapi dan ditemukan perumahan karyawan itu, merupakan kebun milik masyarakat secara perorangan.
“Kalau dilihat kapasitasnya, itu milik pemodal karena masyarakat tidak mungkin mampu seperti itu,” katanya.
Jika pun nantinya kebun itu memang milik masyarakat, tetap harus diproses karena kawasan itu masuk dalam kawasan Hutan Produksi. Namun, pemerintah daerah akan mencari solusi karena tidak mungkin membiarkan masyarakat terseret hukum lantaran ketidaktahuan aturan.
Aturan memberi peluang dengan mengubah statusnya menjadi Hutan Tanaman Rakyat. Namun prosedur harus dilalui sesuai yang ditetapkan pemerintah.
Halikinnor menambahkan, Bupati H Supian Hadi melalui surat resmi telah melaporkan masalah ini kepada Gubernur Kalimantan Tengah dan ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat ini pemerintah kabupaten masih menunggu petunjuk terkait langkah yang harus diambil selanjutnya. (ant/akm)
Discussion about this post