KALAMANTHANA, Muara Teweh – Kebakaran lokalisasi Merong alias Lembah Durian menyisakan cerita lain yang jarang terungkap. Ternyata, tak sedikit di antara induk semang wanita pekerja seks komersial alias germo di lokalisasi itu terjerat utang rentenir.
Selama ini, kesan terhadap pihak penyedia jasa PSK itu adalah orang yang gampang mendapatkan uang. Mereka memetik manfaat dari setiap transaksi yang dilakukan anak buahnya menjajakan diri.
Tapi, kehidupan sebagai germo, setidaknya di Merong alias Lembah Durian, ternyata tak seindah yang dibayangkan. Sebab, tak sedikit di antara mereka yang kini sedang dilanda masalah. Sudahlah wisma mereka terbakar, anak buah pada kabur entah kemana, kini mereka harus berurusan dengan rentenis.
Setidaknya begitulah pengakuan Novi, salah seorang germo di Lembah Durian. Rata-rata mereka, menurutnya, terlilit utang kepada rentenir. Biasanya mereka meminjam sejumlah uang, tapi harus mengembalikannya dengan suku bunga yang mencekik leher. Misalnya, mereka meminjam uang Rp10 juta, harus mengembalikan Rp13 juta kepada rentenir.
Itulah sebabnya, Novi dan kawan-kawan menolak rencana relokasi alias pemindahan lokalisasi Merong. Menurutnya, percuma saja itu dilakukan karena pemilik wisma maupun PSK kekurangan modal.
Pada prinsipnya, kata Novi, pihak penghuni dan pemilik wisma di Merong setuju dengan jadwal penutupan lokalisasi pada 2019. Tetapi dalam rentang waktu sebelum penutupan, mereka tetap diberi kesempatan untuk melanjutkan hidup di sana.
“Kalau dipindah jangan, karena di tempat baru harus memulai dari nol. Lebih baik sekalian ditutup saja sesuai dengan rencana pemerintah daripada dipindah,” tandas wanita berbadan subur ini.
Sebulan sebelumnya, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Barito Utara Sugianto Panala Putra mengatakan, sejak beberapa tahun lalu, rencana penutupan lokalisasi Merong dicanangkan. Tetapi Pemkab Barito Utara harus merencanakan secara matang. Prosesnya dimulai dari pendataan.
Sugianto membenarkan, pemerintah pusat telah menargetkan kepada pemerintah daerah untuk merealisasikan program penutupan pada 2019. “Kami terpaksa lakukan ke depan. Hanya saja, tidak sesuai dengan target tahun ini, karena persiapannya harus secara matang. Kita memindahkan manusia. Jangan sampai muncul kesan tidak manusiawi,” kata pria yang juga sedang digadang-gadang menjadi salah satu calon wakil bupati ini.
Rencana penutupan yang tidak sesuai target ini, segera dilaporkan Dinas Sosial dan PMD kepada Bupati Barito Utara Nadalsyah dan Pemprov Kalteng. Laporan tersebut juga sekaligus langkah koordinasi berkaitan dengan masalah dana. Hingga kini, pemerintah pusat telah mengucurkan dana Rp5 juta bagi setiap PSK untuk program dimaksud.
Dinas Sosial dan PMD tidak bisa gegabah menutup Merong pada 2017 karena proses itu memerlukan persiapan seperti dana, sosialisasi, dan sarana-sarana. Tetapi bila ada arahan dari atas, supaya penutupan dilakukan tahun ini juga, pihak dinas selalu siap. “Sebaiknya penutupan pada 2018, sehingga persiapan benar-benar matang. Kita tidak salah melangkah,” tandasnya. (mki)
Discussion about this post