KALAMANTHANA, Jakarta – Apakabar pemeriksaan skandal operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan pungli dan pemerasan di Terminal Peti Kemas Palaran, Samarinda? Ternyata, ada temuan lain yang mengejutkan.
Jika uang senilai Rp6,1 miliar yang disita dari Koperasi Komura, dianggap sangat besar, dalam kasus ini ternyata masih kecil. Sebab, ada uang yang lebih dahsyat dalam bentuk deposito yang diamankan penyidik Mabes Polri. Angkanya? Ini: Rp326 miliar di rekening yang berbeda.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya, uang tersebut ditemukan dalam sejumlah rekening yang berbeda. Ada deposito Rp5 miliar hingga Rp20 miliar.
“Itu hasil penggeledahan kami di rumah tersangka maupun kantor Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) di Samarinda. Bila ditotal, deposito terseut sebesar Rp326 miliar,” ujar Agung di Jakarta, Senin (27/3/2017).
Apakah deposito jumbo atas nama Komura itu berasal dari hasil kejahatan? Inilah yang sedang ditelusuri penyidik Bareskrim, dari mana asal-usul uang tersebut. “Bila dari hasil tindak pidana, tentunya akan dilakukan penyitaan oleh penyidik,” ujarnya.
Seperti diketahui, penyidik baru menetapkan satu tersangka dari Komura, yakni DHW yang merupakan sekretaris koperasi tersebut. Sedang dua lainnya tersangka berasal dari Koperasi PDIB, yakni NA dan HS alias Abun.
Penetapan tersangka sekretaris Komura itu berdasarkan Pasal 368 KUHP, dan atau Pasal 3,4,5 UU No 8/2010, dan atau Pasal 12e UU No 31/1999 Jo 56 KUHP. Sedangkan untuk barang bukti uang sebesar 6,1 milyar yang diamankan di kantor Komura di duga merupakan uang hasil kejahatan (Corpora delict).
Pengungkapan dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda itu dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda pada Jumat (17/3).
Pada pengungkapan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang sejumlah Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
Tim Bareskrim dan Polda Kaltim juga sempat mengamankan 15 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin usai memimpin langsung tim gabungan pada Jumat (17/3) mengatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.
“Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu, sementara di sini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen,” terangnya.
“Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau ‘crane’, tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh,” jelas Safaruddin. (ik)
Discussion about this post