KALAMANTHANA, Penajam – Polemik SMP Negeri 18 Kabupaten Penajam Paser Utara kembali terjadi. Kali ini menyangkut soal sumbangan perpisahan. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) PPU, Marjani pun memberikan respon.
Dari laporan yang berkembang melalui media sosial itu, disebutkan bahwa beberapa tahun ini murid-murid SMPN 18 selalu membayar uang kas untuk perpisahan kelulusan. Tapi, menjelang perpisahan, siswa tetap dimintai sumbangan iuran untuk perpisahan tersebut.
“Kemana uang yang selama tiga tahun mereka bayarkan? Per hari mereka membayar uang kas dengan harapan saat perpisahan mereka tidak lagi membayar apapun. Setiap tahun selalu saja membayar uang perpisahan,” katanya.
Dijelaskannya, ketika orang tua siswa menanyakan ke pihak sekolah, mereka terkesan acuh. “Kami berharap dinas terkait merespon keluhan kami ini,” lanjutnya.
Merespon pengaduan tersebut Kadisdikpora Kabupaten PPU Marjani mengatakan tentunya pihak sekolah harus menjelaskan ke orang tua atau wali murid terkait pungutan atau iuran. “Insya Allah jika dijelaskan tentu tidak ada masalah,” katanya kepada KALAMANTHANA.
Jika benar penarikan tersebut secara periodik per semester, peruntukannya pun harus jelas, apalagi sampai lulus sekolah. Tanpa adanya kejelasan tentu orang tua akan bingung, misalnya untuk biaya perpisahan murid kelas sembilan.
“Jika memang harus melakukan pungutan mestinya melalui komite sekolah, undang para orang tua murid, jelaskan maksud dan tujuan pungutan. Asal terbuka seperti itu pastinya orang tua tidak keberatan,” lanjutnya.
Dijelaskannya, anggaplah pengaduan ini benar, tetap tidak dibolehkan pihak sekolah melakukan pungutan karena tidak ada penjelasan nominalnya berapa tabungan mereka, peruntukannya secara mendetail untuk apa. Kembali lagi ini harus melalui komite sekolah dan intinya harus dimusyawarahkan.
“Jika ini terbukti pengaduan dari wali murid, saya akan panggil pihak sekolah untuk menjelaskan. Nanti saya panggil, saya tanyakan mana itu uangnya siswa. Banyak metode yang saya gunakan sampai uang murid dikembalikan,” tegasnya.
Sementara itu Nuzuluddin mantan Kepala Sekolah SMPN 18 PPU yang sekarang dimutasi ke SMPN 22 (Kepala Sekolah Red) sejak Januari 2017 di depan Kepala Disdikpora dan KALAMANTHANA saat berkunjung ke SMPN 22 PPU dengan tegas mengatakan jika pihak sekolah waktu ia pimpin tidak pernah mengeluarkan surat edaran terkait penarikan iuran sumbangan untuk kepentingan perpisahan.
“Bisa di cek ke TU, ini merupakan inisiatif muridnya sendiri melalui bendahara kelasnya yang membuat tabungan untuk persiapan kelulusannya karena itu sudah tradisi anak-anak ingin perpisahan berkesan,” tegasnya.
Dijelaskanya, penarikan iuran tersebut tidak wajib. Bagi orang tua siswa yang keberatan dan bagi siswa yang ingin mengambil tabungannya, silahkan datang ke sekolah pasti di berikan. “Bahwa guru kepala sekolah nggak mau tahu uangnya tidak hilang, jangan sedikit-sedikit lapor ke medsos. Medsos itu bukan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah,” lanjutnya.
Jika siswa tidak mau perpisahan, dirinya mempersilahkan selesai ujian terus pengambilan ijazah, tidak pakai acara perpisahan. Ia mempersilahkan untuk membuktikan jika memang sekolah menarik iuran tersebut yang pastinya ia tidak pernah menginstruksikanya.
“Mengenai siswa yang menabung dari kelas tujuh dan ketika menjelang lulus dimintai sumbangan kembali, itu kemungkinan tabungannya kurang. Namun ini bukan kebijakan sekolah, mungkin itu untuk keperluan foto, map ijazah dan lain-lain. Itu kan hal yang wajar,” sebutnya. (myu/hr)
Discussion about this post