KALAMANTHANA, Muara Teweh – Sungguh miris nasib 200 kepala keluarga (KK) transmigran asal Pulau Jawa yang dikirim ke Desa Trahean, Kecamatan Teweh Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Kenapa? Sejak tiba pada tahun 1992 hingga Mei 2017, mereka belum juga mendapat lahan (tanah) seluas 0,7 hektare seperti dijanjikan pemerintah.
Anggota Komisi I DPRD Barut, Sastra Jaya (Fraksi PDI Perjuangan) membeberkan hal ini kepada KALAMANTHANA, Selasa (23/5/2017). Icas, sapaan akrabnya, terpaksa angkat bicara karena salah satu warga Transbangdep (nama lokasi trans) Sumali meminta bantuannya sebagai wakil rakyat untuk menjadi mediator dengan Pemkab Barut.
Menurut Sastra, saat warga trans tiba di Barut, mereka dijanjikan lahan seluas 1 hektare. Faktanya, warga trans hanya mendapatkan lahan pekarangan seluas 0,3 hektare dari janji 1 hektare. Makanya kini warga menuntut pemberian lahan sisanya seluas 0,7 hektare lengkap dengan sertifikat.
Sastra menambahkan, status tanah warga Bangdep tidak sama dengan trans lainnya, karena statusnya trans swakarya. Tujuan trans swakarya untuk pengembangan desa potensial. Dalam perkembangan, ternyata lokasi tanah trans ini masuk kawasan hutan konversi. “Pelepasan kawasan hutan menjadi satu-satunya pilihan, supaya warga Bangdep mendapatkan haknya,” ujar politisi yang terpilih dari Daerah Pemilihan II (Kecamatan Teweh Selatan dan Teweh Baru) ini.
Berdasarkan data Dinas Transmigrasi, Tenaga Kerja, Koperasi, dan UKM Kabupaten Barut, jumlah transmigran tercatat sebanyak 1.260 KK (5.754 jiwa) di Kecamatan Teweh Tengah, 888 KK (3.726 jiwa) di Kecamatan Gunung Timang, 1.250 KK (4.787 jiwa) di Kecamatan Teweh Timur, dan 2.200 KK (8.878 jiwa) di Kecamatan Teweh Selatan. Total jumlah transmigran di Kabupaten Barut sebanyak 5.598 KK ( 23.145 jiwa). (mki)
Discussion about this post