KALAMANTHANA, Singkawang – Seorang narapidana kasus terorisme kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Singkawang, Kalimantan Barat. Dia adalah Nur Muhammet Abdullah. Siapakah Ali?
Nur Muhammed Abdullah alias Fariz Abdullah alias Faris Kusuma alias Ali mulai masuk ke Lapas Klas II B Singkawang pada Jumat (28/7) pukul 11.45 WIB lalu. Dia masuk dengan pengawalan superketat.
Ali adalah warga etnis Uighur asal Turkistan. Dia divonis enam tahun penjara dan denda Rp50 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu, 2 November 2016, atas keterlibatannya dalam peristiwa bom Bekasi pada 2015 silam.
Ali terbukti terlibat dalam pemufakatan jahat, menyimpan senjata api dan amunisi, menyediakan dana untuk terorisme di Indonesia, dan menyiapkan diri sebagai pelaku bom bunuh diri.
“Dari keterangan saksi yang juga terdakwa, seperti Arif Hidayatullah dan Andika Bagus Setiawan, terdakwa (Ali) diketahui bertugas mengeluarkan serbuk petasan untuk bahan baku bom saat berada di Puncak, Jawa Barat,” kata hakim ketua Novvry Tammy Oroh saat membacakan vonis untuk Ali.
Arif disebut-sebut sebagai “tangan kanan” Bahrun Naim, warga negara Indonesia (WNI) yang jadi simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang kini berada di Suriah. Bahrun juga disebut kepolisian sebagai dalang aksi teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari lalu.
Arif telah dihukum enam tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Timur, awal Oktober lalu.
Adapun Andika divonis lima tahun penjara di pengadilan yang sama pada Februari 2016 karena keterlibatan dalam perencanaan serangan teroris akhir tahun 2015.
Hakim Novvry mengatakan sebagai “calon pengantin”, sebutan kelompok teroris untuk pelaku bom bunuh diri, Ali berencana akan meledakkan diri di perkumpulan Syiah di Bogor, Jawa Barat.
Selain menyasar Syiah, kelompok ini juga menargetkan perkumpulan Yahudi di Bogor, dan beberapa pejabat, seperti Badrodin Haiti yang saat itu menjabat Kapolri, Tito Karnavian yang ketika itu masih menduduki Kepala Polda Metro Jaya, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Belakangan, rentetan rencana aksi itu urung terlaksana karena silang pendapat antara Ali dan anggota kelompok lain, seperti Arif, Andika, dan seorang militan lainnya, Nur Rohman. Mereka berpencar dan memisahkan diri.
Ali dan Arif bertahan di Bekasi, Jawa Barat, hingga ditangkap tim Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) Mabes Polri pada 23 Desember tahun 2015 lalu. Andika dan Rohman menuju Solo, Jawa Tengah. Andika tertangkap pada 29 Desember tahun 2015. Sedangkan Rohman yang lolos dari sergapan aparat Densus 88 kemudian meledakkan diri di Markas Kepolisian Resor Kota Solo, 5 Juli 2016.
Ditahannya Ali di Lapas Klas II Singkawang diminta Kapolres setempat, AKBP Sandi Alfadien Mustofa, untuk tidak disikapi secara berlebihan. “Masyarakat harap tenang. Kami terus memonitor perkembangannya di Lapas,” ujar Sandi.
Ali dipindahkan ke Singkawang karena Lapas setempat karena dinilai memiliki pengamanan maksimal. “Kita juga mengecor bagian dek bangunan. Semuanya sudah dicor. Dalam hal pengawasan, bekerja sama dengan BAIS, BIN, TNI, Densus, Brimob dan kepolisian setempat,” ujar Kepala Lapas, Sambiyono. (ik)
Discussion about this post