KALAMANTHANA, Muara Teweh – Ternyata, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite (saat itu) pada 14 Februari 2012 telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pungutan Sumbangan Pihak Ketiga. Edaran ini jelas melarang para gubernur, bupati, dan walikota memungut sumbangan dari pemegang IUP, KK, PKP2B di wilayah pemerintahan masing-masing.
Surat Edaran Nomor : 03.E/30/DJB/2012 ini menyatakan, sehubungan dengan terbitnya Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang Pungutan Sumbangan Pihak Ketiga maka telah menimbulkan beban biaya ekonomi tinggi karena adanya pungutan sumbangan pihak ketiga yang wajib dibayar oleh pemegang IUP, KK, dan PKP2B untuk setiap penjualan komoditas tambangnya.
Masih dalam SE Dirjen Minerba, Perda tentang Pungutan Sumbangan Pihak Ketiga tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pasal 125 ayat (5) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Pasal 158 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Thamrin Sihite menyatakan, berdasarkan penjelasan tersebut di atas dan menindaklanjuti Action Plan atas Hasil Kajian Kebijakan Pengusahaan Batubara di Indonesia antara KPK dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, maka diminta kepada gubernur, bupati, dan walikota di seluruh Indonesia agar tidak memungut sumbangan pihak ketiga kepada para pemegang IUP, KK, dan PKP2B.
Rupanya SE Dirjen Minerba itu tak ada gaungnya di Kalteng. Sebab melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Kalteng Nomor 27 tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksana Penerimaan dan Pengelolaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pemprov Kalteng. Pergub ini keluar sejak 31 Juli 2017 menetapkan perusahaan diminta menyetor dana sesuai kalori batu bara.
Rincian sumbangan yang diatur dalam Pergub Kalteng adalah untuk high calori/kalori tinggi (lebih dari 6.100 kkal/kg, ADB) sebesar Rp50 ribu/MT. Batu bara middle calori/kalori sedang (5.100-6.100 kkal/kg, ADB) sebesar Rp30 ribu/MT. Batu bara low calori/kalori rendah (5.100 kkal/kg, ADB) Rp15 ribu/MT. Belakangan nilai sumbangan direvisi yaitu low calori menjadi Rp7.500, middle calori Rp15 ribu, dan high calori Rp26 ribu.
Akibatnya para pengusaha batubara di Kabupaten Barut ‘menjerit’, karena produksi pertambangan batu bara di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito terhambat. Pemicunya, seluruh dokumen produksi perusahaan batu bara ditahan Pemprov Kalteng. Sebab, Pemprov Kalteng menginginkan sumbangan besar dari perusahaan batu bara. “Semestinya bantuan pihak ketiga secara sukarela. Tetapi kali ini dipatok. Pungutan itu sangat memberatkan karena satu tongkang dipungut rata-rata Rp250 juta,” tutur seorang pengusaha tambang yang minta diinisialkan sebagai KA. (mki)
Discussion about this post