KALAMANTHANA, Muara Teweh – Pihak PT Antang Ganda Utama melalui manajemen PT Dhanistha Surya Nusantara (DSN) memberikan konfirmasi seputar permasalahan dengan warga tujuh desa di Kecamatan Gunung Timang, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Mereka juga berharap Pemkab Barut dapat dilibatkan sebagai fasilitator.
Humas PT DSN Said Abdullah didampingi Manajer Legal dan Lisensi Sulistiyono mengatakan, masalah yang terjadi dengan warga tujuh desa di Kecamatan Gunung Timang merupakan salah satu persoalan yang ada di PT AGU. Pihaknya terus berupaya menyelesaikan serangkaian masalah.
“Saat rapat berlangsung, masyarakat menunjukkan data yang ada pada mereka. Kami juga punya data. Masing-masing pihak memegang data sendiri dan bertahan dengan pendapatnya. Berhubung kedua pihak merasa benar, maka kami berharap Pemkab Barut dapat dilibatkan sebagai fasilitator,” katanya kepada KALAMANTHANA di Muara Teweh, Rabu (13/9/2017).
Sulistiyono menegaskan, awal mula adanya pertemuan dengan perwakilan tujuh desa yang juga menghadirkan Dewan Adat Dayak (DAD) Barut pimpinan Junio Suharto sebagai fasilitator. Bertujuan membicarakan mandat 9 Mei 2017 yang mempertanyakan tanah milik masyarakat tujuh desa di luar Hak Guna Usaha (HGU).
Saat rapat lanjutan pada 12 September 2017 juga turut hadir dua orang pengurus Dayak Misik dari Palangkaraya. Pada saat inilah pembicaraan berkembang, termasuk membuka peta yang dibawa pihak masing-masing. PT AGU tetap pada pendirian bahwa masalah lahan HGU sudah klir. “Sebab, perusahaan hadir di Barut, bukanlah seperti barang yang dilempar begitu saja dari pesawat,” kata Sulis.
Berangkat dari titik ini, lanjutnya, PT AGU mengurus semua dokumen terkait usaha perkebunan, termasuk mendapatkan tiga HGU. Semua proses mendapatkan HGU sudah dilalui yang dimulai dengan izin lokasi. Pengurusan izin lokasi dilakukan secara transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, sehingga bisa mendapatkan izin usaha perkebunan yang dikeluarkan BPN Pusat melalui BPN Barut.
Khusus mengenai HGU, Sulis memastikan, berdasarkan PP Nomor 60 bahwa setelah lima tahun tidak ada lagi hak gugat, komplain dan segala macam lainnya, sedangkan PT AGU telah beroperasi di Barut sekitar 20 tahun. “Kami balik bertanya, kenapa tiba-tiba sekarang muncul gugatan atau keinginan mereview,” ujarnya.
Menurut Sulis, soal penghentian kegiatan di lokasi yang masuk wilayah Kecamatan Gunung Timang, pihaknya tidak bisa gegabah menanggapi, karena sesuai dengan perspektif hukum hanya keputusan pengadilan yang bisa menghentikan aktivitas kebun.
“Jadi setiap kami menyelesaikan masalah di lapangan, hasilnya kami update ke Pemkab Barut. Di beberapa desa draftnya sudah klir, tinggal menunggu legal standing. Kami akan bekerjasama dengan masyarakat pemilik lahan melalui pola bagi hasil 70:30,” ujarnya. (mki)
Discussion about this post