KALAMANTHANA, Jakarta – Untuk ketiga kalinya, Rita Widyasari diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, Bupati Nonaktif Kutai Kartanegara itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya, Khairudin.
“Diperiksa sebagai saksi atas tersangka KHR (Khairudin),” ujar Plh Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Rita tiba di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sekitar pukul 09.33 WIB. Cukup lama dia memberikan kesaksian untuk kasus dugaan gratifikasi terhadap tersangka Khairudin yang merupakan Komisaris PT Media Bangun Bersama, sebuah perusahaan media di Kalimantan Timur itu. Dia baru keluar Gedung KPK pada malam hari.
Kuat dugaan, penyidik menyisir soal harta kekayaan yang dimiliki Rita dalam pemeriksaan kali ini. Sebab, salah satu yang dia terangkan kepada wartawan seusai pemeriksaan itu adalah soal hartanya.
Rita menyebutkan siap membuktikan seluruh asal usul hartanya jika KPK menjerat dirinya dengan tindak pidana pencucian uang. “Saya siap membuktikan. Kalau pencucian uang, harus ada pembuktian terbalik,” katanya.
Soal empat mobil mewah yang disita penyidik KPK dalam penggeledahan di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Rita menyebutkan tidak semua miliknya. Hanya satu mobil yang dia akui sebagai miliknya, yakni Toyota Alphard.
Sedangkan mobil lain, yakni Ford Everest dia gunakan saat kampanye, lalu Land Cruiser merupakan mobil dinasnya dan milik Pemerintah Daerah Kutai. Sementara mobil Hummer, dia akui sebagai milik ibunya.
KPK telah menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka bersama Khairudin, ketua tim suksesnya dalam Pilgub Kalimantan Timur mendatang serta dedengkot Tim 11 yang diduga memiliki kaitan dengan berbagai proyek di lingkungan Pemkab Kukar. Adapun tersangka lainnya adalah Hery Susanto Gun alias Abun, Dirut PT Sawit Golden Prima (SGP).
Hery diduga memberikan uang Rp6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan lahan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kukar kepada PT SGP.
Suap itu diduga diterima sekitar Juli dan Agustus 2010 dan terindikasi pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan lokasi perkebunan.
Selain suap, Rita juga diduga bersama-sama Khairudin menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yakni uang sebesar US$775.000 atau setara Rp6,9 miliar.
Gratifikasi ini berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka.
KPK menjerat Rita dalam statusnya sebagai tersangka penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, bersama-sama dengan Khairudin sebagai tersangka penerima gratifikasi, Rita dan kompatriotnya tersebut dijerat dengan Pasal 12 B UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (ik)
Discussion about this post