KALAMANTHANA, Palangka Raya – Anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah, Syahrudin Durasid menduga ada kemungkinan pengelola Solar Packet Dealer Nelayan (SPDN) terlambat mengetahui adanya perubahan regulasi BBM subsidi untuk rakyat.
Hal ini dia ungkapkan menanggapi keluhan nelayan tentang krisis bahan bakar minyak (BBM) di SPDN Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. “Kemungkinan, di SPDN sana belum mengetahui atau terlambat tahu adanya perubahan regulasi terkait BBM bersubsidi yang diturunkan oleh PT Pertamina. Kalau seperti itu masalahnya, berarti pihak yang memberikan informasi inilah yang kurang sosialisasi,” katanya di Palangka Raya.
Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) II meliputi Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan ini juga menjelaskan, sebelum adanya regulasi baru tentang BBM bersubsidi untuk nelayan, BBM bersubsidi masih bisa menggunakan rekomendasi dari Pemkab. Namun terhitung mulai awal tahun 2017, perubahan regulasi mengharuskan rekomendasi BBM bersubsidi untuk nelayan harus melalui rekomendasi Pemprov khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
“Kalau dulu kan mungkin rekom dari kabupaten masih bisa, nah sekarang rekom tersebut harus melalui provinsi khususnya DKP. Namun Dinas sendiri pun sepertinya kurang tanggap akan masalah ini,” ungkapnya.
Anggota Dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menerangkan, pihak nelayan sebenarnya masih bisa mendapatkan BBM namun tidak bersubsidi. Hal ini tentu menjadi polemik, pasalnya perbedaan antara BBM bersubsidi dan yang tidak bersubsidi, memiliki rentang harga yang yang berbeda, dan BBM yang tidak bersubsidi jauh lebih mahal.
“Sebenarnya nelayan tetap dapat BBM, namun tidak yang bersubsidi. Hal inilah yang jadi masalah, karena BBM non subsidi harganya dua kali lipat lebih mahal dibandingkan BBM bersubsidi, dengankan BBM bersubsidi kan memang sudah terprogram oleh pemerintah untuk para nelayan. Apabila nelayan harus membeli yang non subsidi sudah pasti para nelayan akan berteriak, karena penghasilan mereka per hari itu hanya cukup untuk makan sehari-hari saja, belum lagi ada nelayan yang melaut dengan menyewa kapal, mereka jelas harus membayar biaya sewa kapal,” tambahnya.
Selain itu, sambung Syahrudin, pihak DKP Provinsi Kalteng diminta untuk segera menyelesaikan masalah ini, agar tidak berlarut-larut. Pasalnya dari informasi yang didapat langsung dari para nelayan Kumai, sudah seminggu para nelayan tidak bisa beroperasi karena sulitnya mendapatkan BBM. (ik)
Discussion about this post