KALAMANTHANA, Sampit – Pengadilan Negeri Sampit menanggapi tudingan Ketua LBH Gafta, Richard William, bahwa pengadilan telah menyalahi aturan hukum.
Ketua Pengadilan Negeri Sampit melalui Humas, Ega Saktiana mengatakan postingan dan tudingan Richard William dalam akun facebooknya maupun dalam berita online beberapa waktu lalu sangat tidak berdasar. Dalam dua kali beracara di Pengadilan Negeri Sampit dalam perkara perdata nomor 57/PDT.G/2016/PN.Spt dan perkara Praperadilan Nomor 02/Pid.PraPer/2017/PN.Spt Richard William tidak bisa bertindak selaku kuasa.
“Dia tidak mempunyai legal standing disebabkan karena yang bersangkutan bukan advokat dan tidak memenuhi syarat dalam pemberian bantuan hukum,” ucapnya.
Dijelaskan Ega, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk dapat memberikan bantuan hukum harus memenuhi syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni UU No.16 tahun 2011 tentang bantuan hukum jo PP No.42 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum jo. Peraturan Menkumham No.22 tahun 2013 tentang cara pelaksanaan PP No.42/2013. Pemberi bantuan hukum juga harus memenuhi syarat berbadan hukum, ada sejumlah advokat yang direkrut , memiliki kantor/sekretariat, memilik pengurus , memiliki program bantuan hukum sesuai dengan pasal 8 UU No.16 /2011 serta terverifikasi dan terakreditasi di Kemenkumham.
“Pemberian bantuan hukum secara ligitasi dilakukan oleh advokat yang berstatus sebagai pengurus bantuan hukum dan/atau yang direkrut oleh lemberi bantuan hukum pasal 13 ayat 1 pp no.42/2013,” jelasnya.
Apabila jumlah adovokat tidak memadai yang terhimpun dalam wadah pemberi bantuan hukum maka pemberi bantuan hukum dapat merekrut paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum yang dalam memberikan bantuan hukum harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari advokat pasal 13 ayat 2-3 PP no.42/2013. Demikian pula advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup pemberi bantuan hukum yang telah lulus verifikasi dan akreditasi dapat melakukan pemberian bantuan hukum nonligitasi sesuai pasal 16 ayat 1pp no.42/2013.
“Jadi beracara secara ligitasi maupun nonligitasi ada aturan yang jelas mengaturnya, tidak sembarang orang bisa beracara di dalam pengadilan,” jelasnya.
Mengenai putusan Mahkamah Konstitusi no.006/PUU-II/2004 hanya pasal 31 pada UU No.18 tahun 2003 tentang advokat yang dinyatakan bertentangan dengan UU tahun 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi No.88/PPU-X/2012 Mahkamah Konstitusi menolak uji materi (judicial review) atas UU No.16 tahun 2011 tentang bantuan hukum.
“Jadi dengan demikian ketentuan dalam UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat tersebut masih berlaku kecuali pasal 31 yang mengatur ketentuan pidana dan UU tentang bantuan hukum tetap masih berlaku seluruhnya,” jelasnya.
Untuk itu, Richard William baik bertindak sendiri maupun dalam kapasitasnya sebagai Pengurus LBH Gafta tidak memenuhi kualifikasi/syarat untuk memberikan bantuan hukum baik ligitasi maupun nonligitasi sebagaimana dimaksud UU No.16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum.
“Richard William bukan seorang advokat dan LBH GAFTA belum terakreditasi serta tidak mempunyai pendampingan advokat. Karena bukan advokat tentu saja dia tidak bisa memberikan bantuan hukum atau tidak bisa beracara sebagai kuasa di pengadilan baik dalam perkara pidana, perdata maupun tata usaha negara,” terangnya. (joe)
Discussion about this post