KALAMANTHANA, Jakarta – Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Abdul Latif, menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Selasa (23/1/2018), Usai diperiksa, KPK memperpanjang masa penahanannya. Apa kata Latif?
Tak banyak yang disampaikan Latif begitu keluar dari Gedung KPK. Satu-dua kalimat, dia kemudian sudah harus masuk ke mobil KPK yang membawanya kembali ke rumah tahanan.
Latif sendiri sudah mengetahui perpanjangan masa penahanannya itu. “Perpanjangan 40 hari ke depan,” tuturnya.
Sebelum masuk ke mobil yang membawanya ke tahanan, dia sempat mengungkapkan doanya. “Saya berdoa, mudah-mudahan saya adalah orang terakhir yang diciduk KPK. Saya berharap KPK untuk lebih masif lagilah melaksanakan pencegahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” ujarnya.
KPK memperpanjang masa penahanan Latif, tersangka kasus dugaan suap pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, setelah masa pertama selama 20 hari mendekati masa habis. Selain Latif, hal serupa juga dialami tiga tersangka lainnya.
“Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari, dari 25 Januari 2018 sampat 5 Maret 2018 untuk empat tersangka suap terkait pengadaan pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP di RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Selain Latif, tiga tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Putra Dharma Karya Fauzan Rifani, Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit, dan Direktur Utama PT Menara Agung Donny Witono.
KPK telah menetapkan empat tersangka terkait kasus itu pada 5 Januari 2018. Diduga sebagai pihak penerima, yaitu Abdul Latif, Fauzan Rifani, dan Abdul Basit. Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, Donny Witono.
Diduga pemberian uang sebagai fee proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalsel. Dugaan komitmen fee proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar. (ik)
Discussion about this post