KALAMANTHANA, Penajam – Jika Januari 2018 ini pemerintah tidak memberikan dana perbaikan bagi unit pelayanan hemodialisa (cuci darah) di Rumah Sakit Daerah (RSUD) Kabupten Penajam Paser Utara (PPU), maka unit tersebut pada Februari 2018 terancam tidak beroperasi lagi.
Hal ini diungkap salah satu keluarga pasien hemodialisa, Arfah. Arfah yang juga suami dari pasien hemodialisa bernama Ely menyebutkan, menurut informasi dari salah satu pengelola unit hemodialisa, yang enggan disebut namanya menyebutkan, dua dari lima unit mesin pencuci darah yang dimiliki RSUD PPU mengalami rusak pada komponen pompa airnya. Jadi tinggal tiga mesin masih bisa diaktifkan, sehingga pasien cuci darah harus antre hingga malam hari. Jika mesin pencuci darah tersebut aktif semua, maka pelayanan berlangsung sampai sore saja.
Untuk perbaikan terhadap keruskan mesin cuci darah tersebut pihak pengelola sudah mengajukan anggaran ke pemerintah daerah, namun hingga kini belum ada tanggapan positif. Dengan kondisi demikian, pihak rumah sakit khawatir pelayanan akan terganggu. Unit cuci darah terancam akan tutup pada Februari dan semua pasien cuci darah harus ke Balikpapan.
“Cuci darah yang sudah dijalaninya di RSUD PPU sudah berlangsung selama 10 bulan. Di RSUD Balikpapan selama tiga tahun. Secara rutin dua kali dalam seminggu. Namun RSUD PPU memberitahukan bahwa cuci darah hanya bisa dilayani sekali dalam seminggu. Kami khawatir jika hanya sekali dalam seminggu, karena cuci darah yang selama ini adalah dua kali seminggu. Cuci darah itu tidak boleh terlambat, harus rutin,” ungkap Arfah.
Dikatakannya, jika pelayanan cuci darah di RSUD PPU ditutup maka paseien cuci darah akan melakukan cuci darah ke RSUD Kanujoso Jatiwibowo di Kota Balikpapan. Menurut pengakuan kelaurga pasien ini sangat berat karena harus mengaluarkan biaya cukup besar untuk tranportasi dan sebagainya. Kalau pasien fisiknya masih kuat kemungkinan bisa pulang pergi Balikpapan.
“Pasien cuci darah dari PPU berjumlah 23 orang, kami mohon perhatian Pemrintah Kabupaten PPU agar kesulitan pasien bisa teratasi. Bila mesin hemodialisa tidak berfungsi, kami khawatir dengan kesehatan pasien, karena pada dasarnya pasien cuci darah adalah berjuang dalam sakaratul maut, sedang kondisi fisik dan biaya kami sudah terbilang tidak mampu. Kebanyakan dari pasien di PPU sudah tidak mampu untuk pulang pergi ke Balikpapan. Kami sifatnya tidak mengecam, namun hanya memohon kebijaksanaan pemerintah untuk memperhatikan keluhan kami,” tutup Arfah. (adv/humasppu/isk/hr)
Discussion about this post