KALAMANTHANA, Muara Teweh – Direktur Utama PT Antang Ganda Utama (AGU), Henry Susanto, menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan sebagai solusi penyelesaian masalah antara perusahannya dengan masyarakat di sekitar lokasi kebun sawit. Apa saja isinya?
Pertama, menyelesaikan sengketa dengan masyarakat terkait permasalahan tanah/lahan masyarakat, kebun kemitraan, plasma, koperasi, serta tandan buah segar (TBS) dan hal lainnya yang berada di dalam areal PT Antang Ganda Utama, dalam waktu yang tidak terlalu lama dengan berkoordinsi kepada Pemkab Barut.
Kedua, dalam pembelian TBS berpedoman pada Keputusan Gubernur Kalteng tentang penetapan harga TBS kelapa sawit sebagaimana dimaksud belum ditetapkan, maka untuk patokan harga pembelian TBS kepala sawit mengacu kepada harga pasar yang tidak merugikan petani penjulan TBS dan PT AGU selaku pembeli TBS.
Ketiga, memperbaiki dan melaksanakan pemeliharaan rutin infrastruktur, baik jalan maupun jembatan untuk kepentingan umum di dalam areal PT AGU. Keempat, melaksanakan program tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dengan memperhatikan realitas kebutuhan masyarakat serta berkoordinasi dengan Pemkab Barut dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelima, bilamana terjadi PHK dengan karyawan, agar mengacu pada Peraturan Per-UU-an yang berlaku.
Keenam, dalam merekrut tenaga kerja memprioritaskan tenaga kerja setempat dan karyawan yang telah di-PHK dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memperhatikan kebutuhan organisasi perusahaan dengan syarat mutlak karyawan yang di-PHK bukan karena melakukan kesalahan berat. Ketujuh, berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Barut.
Sebagai informasi, masyarakat tujuh desa di Kecamatan Gunung Timang pernah mengancam pengambilalihan lahan seluas 3.810 hektare yang tersebar di tujuh desa, jika PT AGU tidak komitmen dengan perjanjian 9 Mei 2017. Warga menuntut komitmen PT AGU untuk menyerahkan lahan seluas 3.810 hektare baik di dalam maupun di luar hak guna usaha (HGU) kepada Desa Kandui, Majangkan, Walur, Baliti, Ketapang, Rarawa, dan Malungai. Sebab, dari beberapa kali rapat terjadi jalan buntu (deadlock). Bahkan terakhir pihak desa mendengar PT AGU hanya menyerahkan seluas 571 hektare di wilayah Desa Majangkan dan Baliti tepatnya di Geronggong.
Selain dengan warga Kecamatan Gunung Timang, PT AGU juga menghadapi masalah dengan beberapa koperasi di Kecamatan Teweh Baru, Kecamatan Gunung Timang, dan Kecamatan Montallat, serta masalah PHK tenaga kerja. Saking serius dan bertumpuknya masalah di PT AGU, pihak DPRD Barut membentuk panitia khusus alias pansus. Sampai berita ini diturunkan, masyarakat terus menunggu hasil kerja pansus. (mel)
Discussion about this post