KALAMANTHANA, Buntok – Olah tempat kejadian perkara terbunuhnya seekor orangutan di perbatasan Barito Selatan dan Barito Utara, mencoba mendudukkan perkara dengan sebenarnya. Setelah olah TKP, tersangka T (40) kembali mengungkapkan pengakuan pembelaan.
Dia, sebagaimana pernyataannya di hadapan penyidik sebelumnya, menyatakan membunuh orangutan itu karena membela diri. Sebab, dia merasa terancam oleh binatang tersebut. Tak hanya dirinya, ancaman juga terhadap anak dan istrinya.
“Saat itu, saya bersama istri dan anak saya yang baru berusia 3 tahun di kebun, sedang menyadap getah karet. Orangutan itu bersuara seolah-olah mempengaruhi sehingga saya ketakutan,” katanya seusai olah TKP yang berlangsung Sabtu (3/2/2018).
Karena membela anak dan istrinya, otomatis dirinya meminta bantuan rekannya M (35) untuk mengambil senapan angin dari pondok.
“Setelah saya tembak, jangankan lari, malah turun menyerang. Kalau tidak ada bantuan dari M, mungkin nyawa saya yang melayang,” ucap T.
Olah TKP tersebut berlangsung di sekitar kebun karet dan pondok tersangka T yang berada di tengah hutan di Dusun Mampaing, perbatasan Kabupaten Barito Selatan dengan Kabupaten Barito Utara.
“Olah TKP kita lakukan untuk mencari bukti lain terkait hal ini,” kata Kapolres Barsel, AKBP Eka Syarif Nugraha Husen melalui Kasat Reskrim, AKP Trio Sugiono.
Saat dilakukan olah TKP, pihaknya berhasil menemukan bagian tulang rahang bawah orangutan. “Di dekat tempat dikuburkannya kepala orangutan, kita juga menemukan rambut yang diduga rambut kepala orangutan,” ungkap Trio Sugiono.
Setelah itu, pihaknya juga menuju ke tempat peristiwa pertama kali tersangka T bertemu dengan orangutan yang berada diatas pohon. Menurut pengakuan tersangka, awalnya pelaku hanya ingin mengusir, akan tetapi orangutan itu turun dari pohon dan menyerang.
Kemudian terjadilah penembakan beberapa kali hingga amunisi senapan angin tersangka berinisial T habis. Selanjutnya datang tersangka M yang menebas kepala orangutan tersebut.
Ia menyampaikan, setelah olah TKP ini pihaknya akan melengkapi bukti-bukti lain, sedangkan proses sidik tetap berjalan sambil menunggu petunjuk dari Polda Kalteng terkait proses sidiknya.
“Kita juga nantinya akan memanggil ahli dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi, kaitannya dengan jenis-jenis hewan yang dilindungi, termasuk menerangkan tentang aturan hukumnya,” tambah dia.
Menurut dia, pelaku dijerat dengan pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati, dan ekosistem dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp 100 juta. (ik)
Discussion about this post