KALAMANTHANA, Muara Teweh – Tidak tanggung-tanggung, para nelayan yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Sejahtera Bersama di Kecamatan Montallat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah mengancam akan memortal Sungai Barito di wilayah sekitar Teluk Siwak, jika aspirasi mereka tidak direspon oleh pemerintah.
Apa aspirasinya? Ketua Kelompok Nelayan Sejahtera Bersama Baroto didampingi pengurus kelompok bernama Rahasia menegaskan, akan memasang portal sling (tali kawat baja) yang membentang di atas Teluk Siwak, jika tuntutan kerugian nelayan tidak dikompensasi oleh perusahaan batu bara pemilik tongkang dan tidak diakomodir sebagai Penunjuk Alur Pelayaran yang mereka sering sebut Pandu. “Kami akan pasang portal di Teluk Siwak, bila tidak ada penyelesaian masalah, karena masalah ini sudah lama dan sangat merugikan para nelayan,” ujarnya di Muara Teweh, Senin (5/2/2018).
Menurut Baroto, para nelayan menderita kerugian sekitar Rp150 ribu per orang dalam sehari sesuai dengan harga ikan Patin Barito, sehingga jika dikalikan dengan jumlah nelayan sebanyak 106 orang, total kerugian terakumulasi menjadi Rp15,9 juta per hari. Nelayan selalu merugi, karena tongkang kandas justru tepat di areal penangkapan ikan.
Lebih mengecewakan para nelayan, ujar Baroto, tugas Penunjuk Alur Pelayaran atau Pandu Alam diberikan kepada kelompok Aceng alias Ateng yang dinilai tidak profesional, tidak tahu alur, sehingga sering membuat tongkang kandas. “Kami menduga ada permainan yang sengaja membuat tongkang kandas, supaya pekerjaan bongkar muat dipegang oleh kelompok itu. Kami siap, kalau ditampung jadi Pandu Alam, karena kami yang paling tahu tentang Teluk Siwak,” katanya.
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Bidang Perhubungan Sungai dan Penyeberangan (PSP) Dinas Perhubungan Kabupaten Barut Mihrab Buanapati mengatakan, pihaknya telah melaporkan kepada Dinas Perhubungan Kalteng tentang tongkang yang kandas di Teluk Siwak. Dari tiga tongkang kandas, dua di antaranya sudah dievakuasi ke jalur aman di tepian Gosong Bidawang dan Pulau Cacing.
Sedangkan menyangkut Pandu Alam atau Penunjuk Alur Pelayaran, pemerintah menganggap itu urusan internal (rumah tangga) warga di Kecamatan Montallat, karena bersifat business to business (B to B) antara penyedia jasa dan pemakai jasa. Kelompok atau pihak yang ingin menjadi Pandu Alam dapat langsung berkomunikasi atau bernegosiasi dengan pihak perusahaan. “Kami sudah tiga kali memediasi masalah Pandul Alam, bahkan kelompok Aceng bersedia membagi jatah, tetapi kelompok yang baru ingin menguasai semuanya, sehingga muncul masalah. Kami segera membicarakan masalah ini dengan Camat Montallat,” sebut Buana.(mel)
Discussion about this post