KALAMANTHANA, Jakarta – Dakwaan jaksa penuntut umum KPK dalam sidang kasus gratifikasi Bupati Nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, memunculkan banyak kisah yang belum diketahui publik. Pun dengan dakwaan lain dalam kasus dugaan suap. Jaksa membeberkan hal baru dalam hal keluarnya izin perkebunan sawit untuk perusahaan Hery Susanto Gun alias Abun.
Seperti diketahui, sidang perdana Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, bukan hanya soal dakwaan gratifikasi. Ada juga kasus dugaan suap senilai Rp6 juta yang didakwakan diterima Rita.
“Terdakwa Rita Widyaari selaku Bupati Kutai Kartanegara periode 2010-2015 menerima uang dari Hery Susanto Gun alias Abun selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima yang seluruhnya sejumlah Rp6 miliar sebagai imbalan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Rita mengenal Abun yang merupakan teman baik ayah Rita, Syaukani HR. Abun sejak 2009 sebagai Dirut PT Sawit Golden Prima yang telah mengajukan izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kukar, namun ada tumpang tindih atas permohonan izin lokasi.
Penyebabnya karena sudah pernah diterbitkan pertimbangan teknis pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kukar atas nama PT Gunung Surya dan PT Mangulai Prima Energi untuk perkebunan kelapa sawit.
Sebagian lokasi yang diajukan juga telah dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Kartika Kapuas Sari sehingga sampai Mei 2010 izin lokasi tidak terbit.
Untuk memperlancar pengurusan izin lokasi itu, Abun memerintahkan stafnya Hanny Kristianto untuk mendekati Rita. Hanny pun meminta agar Rita segera menandatangani izin lokasi PT Sawit Golden Prima.
Atas permintaan tersebut, terdakwa menghubungi Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Kabupaten Kukar Ismed Ade Baramuli dan menanyakan perkembangan izin dan dijawab masih dalam proses.
“Terdakwa lalu memerintahkan Ismed segera menyiapkan draf surat keputusan izin lokasi tersebut,” kata jaksa Fitroh.
Selanjutnya surat keputusan izin lokasi seluas 16 ribu hektare itu disiapkan berikut stempel bupati Kukar. Surat dibawa Abun, Ismed dan Timotheus Mangintang ke rumah Rita.
Rita lalu menandatangani surat izin tersebut padahal belum ada paraf dari pejabat terkait. Surat itu juga bertentangan dengan aturan yang menyatakan maksimal luas lahan perkebunan satu perusahaan adalah 15 ribu hektar.
“Sebagai kompensasi atas izin lokasi yang telah diterbitkan, terdakwa menerima uang dari Hery Susanto Gun alias Abun sebesar Rp6 miliar melalui rekening Bank Mandiri atas nama terdakwa pada 22 Juli 2010 sebesar Rp1 miliar dan pada 5 Agustus 2010 sebesar Rp5 miliar,” kata jaksa.
Rita pun didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar. (ik)
Discussion about this post