KALAMANTHANA, Jakarta – Sidang perdana dakwaan suap dan gratifikasi Bupati Nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, berakhir Rabu (21/2/2018). Rita membantah semua dakwaan jaksa, tapi kenapa tak mengajukan eksepsi?
Sidang perdana sendiri berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda tunggal, pembacaaan dakwaan oleh jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Rita didakwa menerima gratifikasi senilai Rp469 miliar bersama terdakwa lainnya, Khairudin. Dia juga didakwa menerima suap Rp6 miliar dari Hery Susanto Gun alias Abun, pemilik PT Sawit Golden Prima.
Setelah dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum KPK, Rita melalui kuasa hukumnya menyatakan dengan tegas menolak seluruh isi dakwaan tersebut. Namun ia tak akan mengajukan nota keberatan alias eksepsi.
“Kami tidak mengajukan eksepsi, tapi kami menolak seluruh dakwaan Jaksa KPK,” kata Kuasa Hukum Rita, Noval El Farveisa.
Mendengar hal tersebut, majelis hakim pun langsung menutup sidang tersebut dan menyatakan bahwa sidang akan dilanjutkan pada Rabu (28/2/2018) dengan agenda pembuktian.
“Karena baik terdakwa maupun kuasa hukum tidak mengajukan eksepsi, maka sidang dilanjutkan dengan sidang pembuktian minggu depan,” kata hakim menutup sidang.
Rita didakwa dengan dua pasal yaitu Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Ia diduga secara bersama-sama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin menerima gratifikasi sebanyak Rp469 miliar dari para pemohon perizinan dan para pelaksana proyek di dinas-dinas Pemkab Kukar. Rita juga didakwa menerima suap sebanyak Rp 6 miliar dari Dirut PT Sawit Golden Prima, Hery Sutanto.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), gratifikasi yang diterima Rita terjadi selama dirinya menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara sepanjang 2010-2017. Gratifikasi itu pun tak sering terjadi, hanya 12 kali. Tapi, nilainya membuat publik terbelalak matanya.
Pada transaksi pertama, Rita menerima gratifikasi sebanyak Rp2,5 miliar terkait penerbitan SKKL dan izin lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari transaksi ini dilakukan empat tahapan pemberian gratifikasi. Transaksi kedua, politisi Golkar itu menerima Rp 220 juta terkait permohonan izin Amdal.
“Kemudian, penerimaan uang sebesar Rp 49 miliar secara bertahap dari Ichsan Suaidi selaku Direktur Utama PT Citra Gading Asritama terkait proyek pembangunan RSUD Parikesit, pembangunan jalan Tabang III Baru, pembangunan SMAN 3 Tenggarong, proyek lanjutan Semenisasi Kota Bangun-Liang Ilir,” ujar jaksa dalam surat dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Transaksi keempat, Rita menerima gratifikasi sebesar Rp 286 juta terkait pelaksanaan proyek-proyek pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Pemkab Kutai Kartanegara. Kelima, gratifikasi sebesar Rp 7 miliar diterima Rita terkait pelaksanaan proyek-proyek pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan.
Keenam, Rp25 miliar diterima politisi Golkar terkait pelaksanaan proyek-proyek pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. “Penerimaan uang sebesar Rp 3,2 miliar diterima terdakwa secara bertahap pada tahun 2016 dari rekanan pelaksana proyek-proyek pada RSUD Dayaku Raja Kota,” ujarnya.
Ketujuh, Rita menerima gratifikasi sebesar Rp 967 juta dari rekanan pelaksana proyek pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Kartanegara. Kedelapan ia menerima gratifikasi Rp 343 juta atas proyek-proyek pada Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab Kutai Kartanegara.
Kesembilan, penerimaan gratifikasi sebesar Rp 303 juta di tahun 2017 terkait proyek-proyek di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kesepuluh, penerimaan gratifikasi melalui Junaidi sebesar Rp 7,1 miliar terkait pelaksanaan proyek-proyek pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kesebelas, penerimaan uang sebesar Rp 67 miliar dari tahun 2012 hingga 2016 terkait proyek pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Atas perbuatannya, Rita didakwa Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. (ik)
Discussion about this post