KALAMANTHANA, Jakarta – Satu-persatu hal detail mengenai dugaan gratifikasi Bupati Nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, mencuat dalam keterangan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/2/2018). Dari izin menyangkut lingkungan saja, angkanya berkisar pada Rp2,3-2,5 miliar.
Kasi Kajian Dampak Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kutai Kartanegara (Kukar), Aji Sayid Muhammad Ali mengatakan transaksi penerimaan gratifikasi yang dia bahasakan sebagai “uang terima kasih” yang dilakukan Rita Widyasari telah terjadi sejak 2014 silam. “Yang saya tahu sejak 2014,” tutur Aji.
Menurut Aji, selama 2014-2017 ada sekitar 100 izin yang diproses dan ditandatangani oleh politikus Partai Golkar tersebut. “Banyak Pak, sekitar seratusan,: katanya.
Namun Aji mengaku tak ingat perusahaan apa saja yang pengurusan izinnya ditandatangani oleh Rita. “Saya kurang hapal Pak,” pungkasnya.
Hakim menyebut Aji pernah memberi keterangan saat diperiksa penyidik KPK. Aji membacakan keterangan yang berisi perkiraannya atas uang yang diterima untuk proses pengurusan izin yang kemudian diberikan ke Rita.
“Itu angka yang diminta penyidik. Saya mengasumsikan berapa izin yang saya proses dari 2014 sampai terakhir ke Pendopo pada Juli 2017. Beliau minta dibuatkan daftar nama perusahaan konsultan yang menyusun, perkiraan angka yang disampaikan,” ujar Aji.
Aji kemudian membacakan catatan yang berisi nama 27 perusahaan yang memberi uang Rp 220 juta. Selain itu, ada juga uang dari berbagai perusahaan sekitar Rp 2,3 miliar.
“Jumlah total dana yang diterima oleh Rita Widyasari sebesar Rp 2,310 miliar dengan rincian tahun 2014, Rp 145 juta, tahun 2015, Rp 1,2 miliar, tahun 2016, Rp 670 juta, tahun 2017, Rp 295 juta. Jumlah Rp 2,310 miliar,” papar Aji.
Menurutnya, seluruh proses perizinan yang dilakukan perusahaan tersebut terdata. Untuk jumlah uang, Aji menyatakan itu berdasarkan perkiraan karena tidak adanya catatan soal pemberian uang.
“Dana tidak terdata pak. Saya diminta oleh penyidik memperkirakan berdasarkan kebiasaan. Kan ada dua dokumen, ada amdal, ada UKL-UPL. Yang UKL-UPL biasanya berapa, yang amdal berapa. Kebiasaan konsultan yang menyusun. Saya disuruh buat perkiraan dana yang disampaikan,” ucap Aji. (ik)
Discussion about this post