KALAMANTHANA, Jakarta – Kedua-duanya jadi viral. Keduanya tentang dokter. Yang satu terjadi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Utara, satu lainnya di Kanada. Bedanya, jika viral dokter di RSUD PPU adalah pengunduran diri yang dipicu jasa pelayanan, di Kanada justru jadi viral karena dokter menolak kenaikan gaji!
Tak kurang dari 500 orang dokter di Kanada menandatangani petisi, menolak kenaikan gaji mereka. Mereka yang didukung pula oleh 150 orang mahasiswa kedokteran, menolak kenaikan gaji yang dinegosiasikan asosiasi dokter.
“Kami meyakini sistem publik yang kuat, memprotes peningkatan gaji yang baru-baru ini dinegosiasikan oleh federasi medis,” kata mereka dalam surat terbuka.
Mereka tidak mau menerima gaji yang tinggi, sementara di sisi lain, para pasien dan perawat menderita karena kurang sejahtera. Menurut para dokter dan mahasiswa kedokteran tersebut, para perawat, petugas administrasi, dan staf lainnya justru lebih membutuhkan kenaikan gaji dan peningkatan kesejahteraan. Para pasien di negara tersebut, menghadapi minimnya akses untuk layanan kesehatan karena pemangkasan secara drastis dan sentralisasi kepemimpinan di Kementerian Kesehatan.
“Satu-satunya hal yang tampaknya imun adalah pemangkasan remunerasi kami,” kata mereka.
Mereka yang terdiri dari 213 dokter umum, 184 spesialis, 149 dokter residen medis, dan 162 mahasiswa itu ingin agar uang yang dialokasikan untuk kenaikan gaji, sebaiknya dikembalikan ke sistem layanan kesehatan agar bisa meningkat.
“Kami meyakini ada cara untuk meredistribusi sumber daya sistem kesehatan Quebec untuk mempromosikan kesehatan bagi masyarakat dan memenuhi kebutuhan pasien tanpa memeras tenaga para pekerja,” ujar para dokter.
Protes mereka cukuplah wajar. Data dari asosiasi kedokteran, rata-rata dokter di Kanada menerima penghasilan US$403.537 (sekitar Rp5,25 miliar) setahun. Tapi, ruh dari protes mereka adalah bahwa masih banyak yang membutuhkan perhatian pemerintah ketimbang menaikkan gaji mereka.
Beda dengan apa yang terjadi di Penajam Paser Utara. Ada dokter yang memilih mundur dari RSUD PPU karena tak sepaham dengan manajemen rumah sakit, terutama soal jasa pelayanan dari pasien BPJS Kesehatan.
Kisruh berbuntut pengunduran diri dr Manaek Parulian Sitohang, dokter ahli ortopedi di RSUD PPU, mencuat melalui akun isntagram @dokterparodi. Di akun tersebut diunggah dua surat yang ditujukan Manaek kepada Bupati Penajam Paser Utara.
Pada unggahan pertama, Kamis (8/3) lalu, muncul surat keberatan Manaek tentang pembagian jasa pelayanan pasien BPJS tahun 2017 di RSUD PPU. Surat itu membeberkan jasa pelayanan yang diterima pada Juli adalah Rp3.433.000 untuk 15 pasien operasi dan 160 pasien poliklinik, kemudian Agustus Rp2.097.000 untuk 22 pasien operasi dan 233 pasien poli, dan Rp2.030.000 untuk 11 pasien operasi serta 128 pasien poli pada Agustus 2017.
Sedangkan surat kedua yang diunggah sehari kemudian adalah pengunduran diri Manaek dari status pegawai negeri sipil (PNS). Surat yang diunggah itu menyatakan dirinya mundur terhitung mulai Senin, 19 Februari 2017 (mungkin maksudnya 2018-red).
Keduanya viral dan jadi perbincangan. Unggahan pertama, hingga berita ini diturunkan, dikomentari hingga 407. Sedangkan unggahan kedua, yakni surat pengunduran diri diikuti 68 komentar.
Direktur RSUD PPU, Jansje Grace Makisurat menuding surat terkait keberatan atas jasa pelayanan itu memang sengaja diviralkan. “Saya punya bukti siapa otaknya yang merencanakan memviralkan itu. Karena chatting mereka akhirnya sampai ke saya juga,” katanya di Penajam, Minggu (11/3/2018).
Menurutnya, para dokter yang bermasalah dengan manajemen RSUD itu sudah diproses di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Inspektorat. “Beberapa hari lalu sudah dipanggil, dikatakan kalau mau berhenti ini prosesnya. Mau pindah, ini prosesnya. Jika mau pensiun dini, ini prosesnya,” tegasnya. (ik/myu)
Discussion about this post