KALAMANTHANA, Jakarta – Sidang kasus dugaan suap terhadap Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif, dengan terdakwa Donny Winoto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3/2018) menunjukkan kejadian yang menarik. Ternyata soal fee yang harus diberikan untuk Latif tidak terjadi begitu saja, melainkan lewat tawar-menawar yang cukup alot.
Donny Winoto, Direktur PT Menara Agung Pusaka, didakwa menyuap Latif sebesar Rp3,6 miliar. Duit sebesar itu diberikan kepada Latif melalui Fauzan Rifani karena perusahaan tersebut dimenangkan lelang proyek ruang perawatan kelas I, II, dan VIP serta Super VIP RSUD Damanhuri Barabai pada tahun anggaran 2017.
“Terdakwa menjanjikan sejumlah uang dengan besaran 7,5 persen dari nilai kontrak yaitu Rp54,45 miliar setelah dipotong pajak sehingga berjumlah Rp3,6 miliar,” kata jaksa penuntut umum KPK, Nanang Suryadi.
Tujuannya agar Latif membantu terdakwa untuk memenangkan lelang proyek pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan Super VIP RSUD Damanhuri Barabai tahun anggaran 2017.
Pada Maret 2017, Donny mengikuti proses lelang dan bermaksud menemui Abdul Latif. Tapi Latif menolak dan meminta Fauzan menemui Donny di Hotel Madani Barabai. Fauzan lalu memberitahu bila ingin jadi pemenang lelang harus memberikan fee 10 persen kepada Latif dari nilai kontrak setelah dipotong pajak.
Di sinilah terjadi tawar-menawar. Dengan nilai proyek setelah pajak sejumlah Rp48 miliar, jika 10 persen maka Latif akan mendapatkan Rp4,8 miliar. Donny pun mencoba menawar.
“Terdakwa minta agar diturunkan menjadi 7,5 persen. Fauzan lalu menghubungi Abdul Latif yang setuju. Terdakwa menyanggupi akan menyerahkan uang komisi yang disepakati dengan Abdul Latif setelah perusahaannya menjadi pemenang lelang,” ungkap Nanang.
Latif lalu minta Fauzan menyampaikan hal itu kepada kelompok kerja (pokja) pelelangan bahwa sudah tercapai kesepakatan antara Latif dan Donny untuk memenangkan PT Menara Agung Pusaka.
Perusahaan tersebut akhirnya diumumkan sebagai pemenang lelang proyek dan menandatangani kontrak pada 11 April 2017 untuk masa pengerjaan 260 hari kalender yang berakhir 31 Desember 2017. Nilai kontrak adalah sejumlah Rp54,451 miliar setelah dipotong PPn dan PPh sejumlah Rp48 miliar. Artinya nilai fee untuk Latif adalah Rp3,6 miliar.
Donny lalu memberikan Fauzan 2 bilyet giro pada akhir April 2017 di hotel Madani Barabai yang pencairannya dilakukan dalam dua tahap, yaitu Rp1,8 miliar setelah menerima uang muka pekerjaan dan Rp1,8 miliar setelah selesai pekerjaan.
Namun karena bilyet giro tidak dapat dicairkan di Bank Mandiri Barabai, Fauzan pada 30 Mei 2017 bersama Donny mendatangi Bank Mandiri Cengkareng, Jakarta Barat dan memproses pemindahbukuan ke rekening Mandiri milik Fauzan Rifani sejumlah Rp1,82 miliar. Rupanya, dari transaksi suap itu, Latif mendapatkan Rp1,8 miliar dan Fauzan kecipratan Rp20,45 juta.
“Fauzan Rifani mencairkan dan menyerahkan fee dari terdakwa kepada Abdul Latif setelah menyisihkan sebagian uang ‘fee’ kepada bagian dinas RSUD, Pokja ULP, kepala RS, kepala bidang dan PPTK sesuai perhitungan ‘fee’ yang dibuat Abdul Basit,” jelas Nanang.
Pemberian selanjutnya dilakukan pada 3 Januari 2018 dengan cara transfer dari rumah Donny di Surabaya sebesar Rp1,825 miliar dengan rincian Rp1,8 miliar untuk sisa fee dan Rp25 juta untuk Fauzan Rifani. Uang Rp1,8 miliar lalu dimasukkan ke rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung di Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan.
Atas perbuatan itu, Donny didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan itu, Donny menyatakan akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). “Kami akan mengajukan eksepsi,” kata Donny dalam sidang. Eksepsi akan dibacakan pada 5 April 2018. (ik)
Discussion about this post