KALAMANTHANA, Sampit – Jangankan masyarakat biasa, mantan Bupati Kotawaringin Timur pun menghadapi masalah dengan persoalan keagrariaan. Tumpang tindih kepemilikan tanah di kawasan Pelita Barat, Sampit, jadi pokok perkara.
Thamrinnoor, mantan Wakil Bupati Kotim pada periode pertama kepemimpinan Wahyudi K Anwar itu, akan melaporkan hal ini ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur. Tidak sendirian karena dia akan melapor bersama-sama pemilik tanah lainnya di lokasi Pelita Barat itu seperti Arnila, Mujiono (suami Heriati), Syahbana, Yusuf Sulaiman, dan lain-lainnya.
Para pihak ini sudah beberapa kali melakukan pertemuan menyangkut tanah mereka di mana kemudian muncul sertifikat lainnya. Pada pertemuan terakhir di Kantor Notaris Tri Sudarta di Jalan Sudirman, Sampit, mereka sampai pada kesimpulan melaporkan persoalan ini ke Kejaksaan Negeri Kotim.
Mereka mencium patut diduga terjadi tindak pidana korupsi terhadap keluarnya sertifikat ganda ini. “Ini sesuai dengan hasil audensi ke Kejaksaan Negeri Kotim beberapa waktu yang lalu untuk membuat laporan secara tertulis. Hari Selasa (10/4/2018) akan kita kita sampaikan ke Kejari Kotim,” ujar Thamrinnoor.
Menurutnya , pihaknya pernah melakukan mediasi ditengahi Kepala BPN Kotim (saat itu) Jamaludin. Mediasi dilakukan untuk mencari jalan keluar atas persoalan sengketa kepemilikan tanah dengan Farianada (Iwung) dan kawan-kawan yang mempunyai sertifikat hak milik (SHM) tahun 2008 yang didapat dari DIPA Prona tahun 2007 di lokasi yang sama. Terbitnya sertifikat itu atas dasar putusan NO Pengadilan Negeri Sampit.
“Ini sangat aneh, BPN menerbitkan SHM di atas sertifikat orang lain dengan dasar putusan pengadilan yang bersifat NO (status go). Padahal sertifikat kami sudah terbit tahun 1999. Begitu pejabat dari lurah sampai camat pada waktu itu telah menerbitkan SKT baru di atas tanah yang sudah bersertifikat,” jelasnya.
Dari hasil rapat itu, pihaknya sudah menginventarisir pemilik lahan di Jalan Pelita Barat di antaranya Yusuf Sulaiman, Arnila, Mujiono/Heriati , Syahbana, Bambang Suko, Anang Kustar, Gusti Nono, dan Dirwoto Sakiah.
“Semua yang kami inventarisir ada yang sudah sertifikat hak milik (SHM) dan ada juga SKT yang lebih tua dari kepemilikan mereka. Siapa pun yang terlibat dalam kasus penerbitan serifikat di lahan Pelita Barat harus bertanggungjawab secara hukum,” tegasnya. (joe)
Discussion about this post