KALAMANTHANA, Banjarmasin – K (36) guru sebuah sekolah dasar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, buka suara soal aksi cabul yang dia lakukan terhadap 20 murid laki-lakinya. Apa katanya?
Dia mengaku melakukan perbuatan bejat tersebut karena tak kuasa menahan nafsu. “Ini hasrat dalam diri saya yang menyukai sesama jenis. Mungkin ini cobaan dari Tuhan kepada saya,” ucap K di Mapolda Kalsel.
Guru pengajar sekolah dasar itu mengaku melakukan aksi bejatnya sejak 2012. “Awalnya itu dari bercanda waktu saya mengajar di SD tahun 2012. Kemudian berlanjut sampai sekarang,” ucapnya.
Kapolda Kalimantan Selatan, Brigjen Rachmat Mulyana mengungkap ada dugaan sang guru ini memiliki kelainan seksual pada sang guru yang berasal dari Waringin Kencana, Kabupaten Barito Kuala ini. Padahal, K, sejatinya sudah punya istri.
“K ini sudah mempunyai istri. Namun sampai sekarang istrinya tidak diperlakukan layaknya sebagai istri. Justru yang bersangkutan lebih senang sesama jenis atau bisa dikatakan LGBT,” kata Kapolda Rachmat saat menggelar peristiwa penangkapan guru yang menghebohkan Banjarbaru itu, Selasa (8/5/2018) di Mapolda Kalsel.
Guru SD berstatus pegawai negeri sipil itu, sebut Kapolda, selama rentang waktu sejak 2012 itu, sedikitnya sudah 20 orang muridnya yang dia cabuli.
K adalah warga Jalan Desa Waringin Kencana, Kelurahan Waringin Kencana, Kabupaten Barito Kuala. Di Banjarbaru, dia tinggal di rumah dinasnya di Kelurahan Cempaka Baru.
Dari pengakuan tersangka terungkap perbuatan tersangka dilakukan di dua lokasi berbeda, yakni di sekolah yang terletak di Kelurahan Cempaka Baru dan di rumah dinasnya yang tak jauh dari sekolah tersebut.
“Tersangka K, warga Kelurahan Waringin Kencana, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala itu sudah melakukan perbuatan tersebut sejak tahun 2012. Hal tersebut karena tersangka merupakan penyuka sesama jenis sehingga setelah melakukan perbuatan cabul terhadap para korban tersangka merasa puas,” jelas Kapolda Rachmat Mulyana.
Pasal yang diterapkan kepada tersangka yakni pasal 82 ayat 2 Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan hukuman minimal 5 tahun dan seberat beratnya 15 tahun. “Mengingat yang bersangkutan sebagai tenaga pendidikan, akan ditambah sepertiga hukumannnya,” ucap Rachmat. (ik)
Discussion about this post