KALAMANTHANA, Jakarta – Peristiwa meninggalnya Muhammad Yusuf, wartawan media online di ruang tahanan Lapas Kelas II B Kotabaru, Kalimantan Selatan, mulai mendapat titik terang. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan adanya pelanggaran dalam kasus ini.
Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal, Hairansyah mengatakan, penahanan yang dilakukan polisi terhadap Yusuf merupakan kekeliruan yang mengakibatkan terjadinya penurunan kondisi kesehatannya.
Fakta demikian, kata Hairansyah, terungkap setelah Komnas HAM melakukan pemantauan dan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Meski begitu, pihaknya juga masih menunggu hasil autopsi terhadap jenazah Yusuf.
“Sejak awal keluarga telah menyampaikan saudara M. Yusuf mengidap penyakit jantung dan memerlukan kontrol ke dokter secara rutin,” kata Hairansyah dalam konferensi persnya di Jakarta, Jumat (27/7/2018)
Hairansyah mengatakan, upaya pengajuan permohonan penangguhan penahanan sudah dilakukan pihak keluarga, Maksudnya agar Yusuf bisa mendapatkan perawatan intensif dan rutin. Namun upaya keluarga korban tidak dipenuhi polisi dan Kejaksaan Negeri Kotabaru.
Hairansyah menuturkan kondisi Lapas Kelas II B Kotabaru yang melebihi kapasitas, baik pada saat di ruang tahanan maupun di ruang tahanan K2, tempat M. Yusuf ditahan, patut diduga mempercepat menurunnya kondisi kesehatannya sampai akhirnya meninggal dalam tahanan.
Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Negeri Kotabaru bertindak secara imparsial dan profesional dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan hak asasi manusia dalam menangani setiap perkara yang dilimpahkan kepadanya.
“Selanjutnya melakukan evaluasi dan pengawasan terkait tahanan titipan kejaksaan di Lapas Kelas II Kotabaru,” kata Hairansyah seperti dilansir kriminologi.id.
Seperti diketahui, Yusuf ditahan karena memberitakan tentang konflik tanah antara masyarakat Desa Selaru, Desa Mekar Pura, Desa Salino, Desa Sungai Pasir dan Desa Semisir di Pulau Laut Tengah dengan PT Multi Agro Sarana Mandiri di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Atas berita tersebut, ia dianggap sebagai penggerak massa untuk berdemo.
Pihak perusahaan merasa permintaan hak jawab diabaikan sehingga melaporkan ke polisi dengan dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Pada 5 Maret 2018, Yusuf ditangkap di bandara saat hendak mengantarkan masyarakat Pulau Laut Tengah melaporkan sengketa lahan ke Komnas HAM. Selanjutnya pada 6 Maret 2018 Yusuf ditahan di Polres Kotabaru yang kemudian perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotabaru. (ik)
Discussion about this post