KALAMANTHANA, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) meloloskan tiga calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berstatus mantan narapidana kasus korupsi. Salah seorang di antaranya berasal dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah. Siapa dia?
Komisioner KPU, Ilham Saputra, menyebutkan caleg DPD RI Dapil Kalteng yang lolos meski berstatus mantan napi kasus korupsi adalah Ririn Rosyana. Dia lolos bersama dua caleg lain dengan status serupa, yakni Abdullah Puteh (Dapil Aceh) dan Syachrial Kui Domopou (Dapil Sulawesi Tenggara).
Ia menjelaskan, tiga orang caleg itu lolos karena mengajukan ajudikasi di Bawaslu. “Jadi selama melakukan ajudikasi dan dinyatakan lolos oleh Bawaslu, itu kita akomodir,” ujar Ilham di Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Beda dengan Ririn dan kawan-kawan, tiga caleg lain yang juga berstatus mantan napi kasus korupsi, tak diloloskan KPU. Ketiganya berasal dari Sulawesi Tenggara, yaki La Ode Bariun, Masyhur Masie Abunawas, dan Yani Muluk.
“Yang ketiganya ini tidak kami akomodasi karena tidak melakukan ajudikasi,” ujarnya.
KPU telah menetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019. Total ada 807 caleg yang akan memperebutkan kursi DPD RI.
“Untuk DCT DPD RI ditetapkan sebanyak 807 orang untuk 34 daerah pemilihan,” ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam konferensi pers di Gedung KPU, Jakarta Pusat.
Menurutnya, keputusan penetapan caleg DPD dituangkan dalam Surat Keputusan KPU nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD RI Tahun 2019.
Di sisi lain KPU juga mencoret dua bakal calon karena merupakan pengurus partai yaitu dari Partai Hanura Oesman Sapta Odang dan Golkar Victor Juventus G May. Keduanya tidak menyerahkan surat pengunduran dari partai politik sehingga dinyatakan tidak memenuhi syarat.
“Tadi malam kan kita tunggu sampai tadi malam, satu hari sebelum DCT,” ungkap Ilham.
Pencoretan kedua bakal caleg ini mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 yang menyatakan bahwa pengurus partai politik dilarang menjadi anggota DPD.
Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, putusan MK ini memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum. (ik)
Discussion about this post