KALAMANTHANA, Jakarta – Sebenarnya serius nggak sih rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimantan? Dari beberapa kebijakannya, terlihat pemerintah pusat seperti mendua.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bahkan belum memikirkan rencana untuk melakukan penyusuhan rencana detail tata ruang (RDTR) untuk tiga daerah di Kalimantan yang disebut-sebut sebagai calon ibu kota baru itu. Ketiganya yakni Palangka Raya (Kalimantan Tengah), Tanah Bumbu (Kalimantan Selatan), dan Penajam (Kalimantan Timur).
Direktur Penataan Kawasan Kementerian ATR/BPN, Agus Sutanto mengatakan pihaknya masih belum memikitkan penyusunan RDTR ketiga daerah tersebut. Mereka masih melakukan pengkajian dan menentukan mana daerah yang akan jadi ibu kota baru.
“Jadi, sampai saat ini, belum sampai tahap penyusunan RDTR. Masih dalam tahap mengkaji ketiga lokasi ini, mana yang paling sustainable, dengan pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan,” katanya di Jakarta, Jumat (21/9).
Agus menjelaskan, alasan mengapa saat ini ketiga daerah tersebut belum memiliki RDTR adalah karena ketiga daerah tersebut masih berupa lahan kosong. Selain itu ketiga daerah tersebut juga mayoritasnya masih merupakan kawasan hutan.
“Terkait dengan RDTR, calon ibu kota ini tentu bukan daerah perkotaan, pasti harus daerah yang kosong, daerah-daerah kawasan hutan misalnya tapi hutan produksi. Jadi kita akan cari sekitar sana. Sekarang statusnya masih kawasan hutan, otomatis belum ada RDTR-nya,” jelasnya.
Sejauh ini, kemajuan signifikan dalam hal rencana pemindahan ibu kota ini baru sampai menetapkan tiga alternatif pilihan. Ketiganya, Palangka Raya, Tanah Bumbu, dan Penajam, dipilih dari 10 daerah yang semula jadi kandidat ibu kota baru.
Soal seberapa jauh progres setelah penentuan tiga calon ibu kota itu, Agus belum bisa menyebutkan. Menurutnya, hal tersebut berada dalam ranah Bappenas sebagai ketua tim pelaksana pemindahan ibu kota.
“Dari 10 alternatif lokasi itu, muncul tiga lokasi yang sekarang dikaji dan prosesnya belum selesai. Kalau kami, hanya membantu Bappenas,” katanya.
Wali Kota Palangka Raya, Riban Satia, pekan lalu di Jakarta, mengakui tidaklah mudah memindahkan ibu kota ke wilayahnya. Kalaupun terwujud, menurutnya, pemindahan ibu kota itu akan berjalan lama.
Apa pasal? Sejauh ini, menurutnya, anggaran pembangunan yang diberikan pemerintah pusat untuk pemerintah daerah minim. Karenanya, pembangunan infrastruktur di Palangka Raya melambat.
“Palangka Raya saja (luasnya) hampir empat kali lipat dari Jakarta. Anggarannya hanya secuil. Bagaimana kita bisa bangun kota dengan baik,” ujarnya dalam sebuah diskusi.
Palangka Raya memiliki luas wilayah 2.850 km persegi, terdiri dari lima kecamatan dan 30 kelurahan. Seluruh wilayahnya baru tersentuh listrik hanya dalam tiga tahun terakhir. Sebelum itu, bahkan tak sedikit wilayah kota itu yang belum memiliki elektrifikasi memadai.
Dari luas tersebut, 62 persen wilayahnya masih berupa kawasan hutan. Sementara, yang telah terbuka lahannya sekitar 35,41 persen. Adapun kawasan yang telah terbangun sebagai daerah administrasi yaitu sekitar 2,35 persen.
Palangka Raya, menurutnya, memungkinkan dikembangkan sebagai ibu kota negara baru karena kawasannya masih belum dimanfaatkan secara maksimal. “Palangka Raya merupakan sebuah kota yang sering kita dengar atau sering kami sampaikan ada tiga wajahnya, ada wajah kota, ada wajah desa, dan juga wajah hutannya masih sangat dominan,” jelasnya. (ik)
Discussion about this post