KALAMANTHANA, Penajam – Empat orang warga Kecamatan Babulu sudah dipanggil dan dimintai kesaksiannya oleh Inspekorat Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, terkait dugaan pungli pejabat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Apa kata mereka?
Empat orang tersebut dipanggil dan diperiksa sebagai saksi soal kasus dugaan pungli itu. “Mereka yang dipanggil dan diperiksa itu berasal dari Kecamatan Babulu,” ujar Inspektur Inspektorat PPU, Haeran Yusni.
Keempatnya mengaku dimintai sejumlah uang oleh pejabat Disdukcapil saat mengurus data kependudukannya. “Menurut saksi, uang yang diminta itu untuk biaya operasional mengurus administrasi kependudukan ke Samarinda,” sebut Haeran Yusni seperti dilansir Antara.
Pihak Inspektorat, tambah Haeran, terus melakukan klarifikasi, baik dari saksi maupun terlapor. Klarifikasi itu diperlukan sebelum Ispektorat memberikan rekomendasi sanksi yang akan diserahkan kepada tim kode etik.
Sebelumnya, Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud, menginstruksikan Inspektorat menginvestigasi dugaan praktik pungli yang terjadi di Disdukcapil setempat. Pungli itu diduga sudah berlangsung lama, hingga lima tahun.
Informasi yang beredar menyebutkan besaran uang pungli yang dilakukan oknum pejabat Disdukcapil PPU itu pun tidak main-main. Bukan lagi sekadar uang receh. Uang pungli tersebut berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp2 juta untuk pengurusan dokumen kependudukan.
Berapa nilai pungli yang masuk kantong oknum pejabat itu bervariasi. Tergantung pada jumlah kepengurusan administrasi kependudukan yang harus diurus dan tentu saja negosiasi sebagaimana dalam praktik pungli lainnya.
Kuat dugaan, total uang pungli yang sudah diterima oknum pejabat tersebut bukanlah dalam jumlah yang sedikit. Terutama karena banyaknya warga yang harus mengurus administrasi kependudukan.
Meskipun diduga sudah berlangsung sejak lima tahun lalu, praktik pungli ini baru terendus akhir-akhir ini saja. Praktik itu mulai mencuat saat seorang warga “bernyanyi” tentang janji-janji yang tak ditepati oknum pejabat Disdukcapil PPU tersebut.
Sang “penyanyi” adalah warga pindahan dari Jawa. Dia kesal karena meski sudah menyerahkan uang senilai Rp1 juta kepada oknum pejabat tersebut, janji mendapatkan KTP elektronik belum juga diselesaikan. Yang dia terima baru kartu keluarga saja.
Dalam kesepakatan tak tertulis sebelumnya, sang oknum pejabat menyatakan kesediaan membantu warga pindahan yang tak mengantongi surat pindah dari daerah asal itu dengan syarat membayar Rp1 juta untuk pengurusan kartu keluarga dan KTP elektronik. (hr)
Discussion about this post