KALAMANTHANA, Palangka Rayav – Kalteng Putra terus menjaga mimpi-mimpinya memiliki pemain dengan reputasi dunia. Setelah Zlatan Ibrahimovic, lalu mencuat Diego Forlan. Tetapi, mungkinkah hal tersebut terwujud?
Dari kegagalan mendapatkan Ibrahimovic saja sudah terlihat bagaimana manajemen Kalteng Putra tak lebih dari sekadar mengapungkan impian. Tak jelas juga dari mana kemudian tiba-tiba nama Ibra seolah-olah bisa didatangkan ke Palangka Raya.
Niat semacam itu sejatinya bagus. Tapi, keinginan itu tersampaikan tanpa meliihat peta bursa transfer pemain dunia. Ibrahimovic bukan pemain seperti Michael Essien yang sempat merumput bersama Chelsea. Essien sudah habis. Sebagai pemain, dia tak lagi sepenuhnya profesional papan atas. Pernah lama tak bermain, tak memiliki klub.
Beda dengan Ibrahimovic. Mantan striker Ajax, AC Milan, Juventus, Barcelona, dan Paris St Germain itu masih diminati klub-klub papan atas Eropa. AC Milan, klub yang pernah menggunakan jasanya, bahkan masih berniat merekrutnya dari LA Galaxy, klubnya kini.
Tetapi, ketika namanya berada dalam rebutan AC Milan dan LA Galaxy, tiba-tiba pula muncul Kalteng Putra. Isu keinginan Kalteng Putra terus mengapung bahkan ketika Ibra sudah memutuskan memperpanjang kontraknya bersama Galaxy.
Apa artinya? Gaji Ibra di Galaxy memang tak seperti ketika masih bersama klub-klub papan atas Eropa. Tak sampai Rp2 miliar sebulan. Tapi, ketika dia sudah terikat kontrak bersama Galaxy, maka ada klausul-klausul kontrak yang harus diputuskan. Itulah yang biasa disebut kalangan sepak bola sebagai nilai transfer.
Kini, muncul pula Forlan. Dia pemain flamboyan yang pernah jadi pencetak gol terbanyak di Piala Dunia 2010. Sudah 39 tahun, masih lebih muda sekitar tiga tahun dibanding Cristian Gonalez.
Forlan merajut namanya ketika masih berkostum Manchester United, Villarreal, dan Atletico Madrid. Membawa Manchester United menjuarai Liga Primer musim 2002-03, Piala FA musim berikutnya, dan dua kali menjadi top skor Liga Spanyol.
Tetapi, sejatinya,sejak dua tahun lalu dia sebenarnya sudah pensiun sebagai pemain profesional. Itu terjadi setelah dia menyudahi kontrak berdurasi 1,5 tahun bersama klub Uruguay, Penarol.
Setelah itu, Forlan tak lebih dari sekadar memanfaatkan waktu untuk bermain bola. Dia main di Liga India dan Hong Kong. Mana ada pemain yang serius jika hanya menandatangani kontrak berdurasi sangat pendek. Di Mumbai City, klub India, kontraknya hanya tiga bulan. Di Kitchee, klub Hong Kong, dia hanya dikontrak selama empat bulan.
Mau tahu gajinya selama empat bulan itu? Kisaran 300 ribu dolar AS atau setara Rp4,5 miliar. Tak jauh beda dengan gaji Ibrahimovic di Galaxy jika dikalkulasi dalam hitungan bulan. Terlalu tinggi untuk pemain yang pernah gantung sepatu seperti Forlan.
Sekadar gambaran, Forlan memang pernah gantung sepatu dan tak bermain bola sebagai pemain professional. Durasinya sekitar setahun. Ada rentang waktu setahun ketika dia meninggalkan Mumbay City dan bergabung dengan Kitchee.
Konsentrasi pemain kelahiran Montevideo itu kini memang bukan lagi untuk menghadirkan prestasi dan sensasi di lapangan hijau. Dia lebih konsentrasi membuka sekolah sepakbolanya dan mempromosikan sepak bola ke seluruh dunia.
Kalau Kalteng Putra bersikeras tetap hendak merekrut Diego Forlan, maka hasil yang akan diraih tak sulit diprediksi. Takkan jauh seperti Essien yang tak memberikan apa-apa bagi Persib Bandung, atau seperti Lee Hendrie yang hanya mencari duit buat membayar tagihan pajaknya dalam keadaan bangkrut ketika bersedia membela Bandung FC.
Lalu, apa juga untungnya Kalteng Putra merayu Ibrahimovic, atau Forlan? Dari bisnis murni sepak bola pun hasilnya takkan maksimal. Kecuali mungkin menggaet perusahaan sawit atau tambang menjadi sponsor. Soal sponsor ini, tanpa Ibra atau Forlan, sejatinya klub kebanggaan masyarakat Kalimantan Tengah itu juga semestinya mampu melakukannya.
Apakah Forlan akan membuat Kalteng Putra bisa meraup pemasukan finansial dari tiket penonton atau penjualan jersey? Rasa-rasanya berat juga. Kapasitas Stadion Tuah Pahoe sendiri tidaklah terlalu besar dan faktanya sepanjang Liga 2 juga tak selalu sesak dijejali penonton.
Daripada menghambur-hamburkan dana yang tak sedikit untuk membeli pemain kelas dunia seperti itu, rasa-rasanya lebih baik Kalteng Putra memanfaatkannya untuk membangun struktur timnya.
Kalteng Putra harus menyiapkan tim U-16 dan U-19 untuk ikut kompetisi kelompok umur sebagai peserta Liga 1. Anggaran untuk membangun tim tersebut, apalagi jika baru memulainya, takkan sedikit.
Itu akan lebih terasa manfaatnya karena merekalah nantinya yang bakal jadi backbone Kalteng Putra di masa mendatang. Tanpa bermaksud priomordial, rasanya patut juga di masa depan materi pemain Kalteng Putra diisi oleh uluh itah, bukan hanya pemain yang direkrut dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Agar ada kebanggaan yang utuh ketika Kalteng Mania mendukung pemain-pemain lokal berjuang bersama Kalteng Putra. (ik)
Discussion about this post