KALAMANTHANA, Muara Teweh – Nasib 400 karyawan PT Berjaya Agro Kalimantan (BAK), Camp Kamawen, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, tak ubahnya tikus mati lumbung padi. Kenapa? Operasional perusahaan sawit dengan lahan seluas 3.500 hektare lancar, tetapi para karyawan tidak pernah menerima gaji sejak September 2018 dan tunjangan hari raya Natal.
Berapa besar gaji karyawan? Salah satu perwakilan karyawan, Wansislaus Gamat, mengutarakan gaji para karyawan berkisar Rp2,3 hingga Rp2,7 juta. Adapun besar THR setara dengan satu kali gaji. Jika dipukul rata, sebulan PT BAK harus menyediakan dana segar sekitar Rp2,5 juta x 400 yakni Rp1 miliar.
Artinya ada dana sekitar Rp4 miliar yang diduga tak ketahuan rimbanya sehingga gaji karyawan sejak September-Oktober, Oktober-November, dan November-Desember, serta THR Natal 2018 tidak bisa dibayarkan. Karyawan terpaksa memberi singkong yang sudah dihancurkan kepada bayi-bayi mereka. Kemudian harus menunggu uluran tangan donatur untk melanjutkan kehidupannya. “Sebelum Natal, kami dapat bantuan beras dari Kades Kamawen dan warga asal Trinsing, Bintang Ninggi, dan Trahean. Kami merasa malu, tapi tidak berdaya,” ungkap karyawan bernama Dedi.
Ke mana larinya uang yang diperoleh dari hasil penjualan tandan buah segar (TBS)? Perusahaan ini memiliki lahan sekitar 3.500 ha. Walaupun gonjang-ganjing, operasional dan penjualan TBS tetap berjalan normal. Alat-alat berat dan kapal pengangkut sawit juga dalam kondisi terawat di pelabuhan PT BAK. “PT SSR yang hanya memiliki lahan seluas 300 ha saja, bisa berjalan baik,” kata Kepala Bidang Tenaga Kerja, Disnakertranskop dan UKM Barut, Sudung Aritonang.
Jawaban tentu ada dalam kantong Direktur PT BAK, Ediko Kok, pria keturunan asal Sumatera Utara. Ediko bukan hanya direktur, namun menjadi tangan kanan, Hermansyah, pemilik yang menentukan hidup-mati PT BAK.
Konon sejak mengetahui manajemen di Barut tidak beres, Hermansyah menghentikan suplai dana segar. Apalagi sejak PT BAK beroperasi 2005, nyaris tidak ada keuntungan signifikan. Selalu saja Hermansyah harus ‘menyusui’ perusahaan yang dipercayakannya kepada Ediko.
Beberapa karyawan yang ditemui KALAMANTHANA, saat aksi demo 21 Desember dan pertemuan lanjutan Senin (7/1/2019), tak menampik adanya mismanajemen, sehingga nasib mereka buntung. “Baru kali ini perusahaan tidak bisa membayar gaji karyawan. Kami dengar, Pak Hermansyah sudah menghentikan penyaluran uang. Terus terang, manajemen yang ada sekarang, harus diganti semua, kalau ingin perusahaan ini tetap berjalan,” tutur seorang karyawan asal Flores, NTT.
Ediko sendiri sudah tak terlihat lagi sejak 20 Desember 2018. Menjelang pertemuan hari ini, ia hanya menitipkan surat lewat para bawahannya. Surat tertanggal 5 Januari 2019, berisi sebab timbulnya masalah di PT BAK, karena kondisi keuangan/likuiditas PT BAK.
Ia beralasan, sejak awal kebun sawit beroperasi sampai dengan Juli 2018, hasil usaha kebun sawit tidak cukup untuk membayar gaji karyawan. Kekurangan likuiditas untuk membayar gaji karyawan selama ini diperoleh dari meminjam dari pihak lain atau dengan kata lain masih disubsidi setiap bulan.
Penyebab lain, penurunan harga TBS yang sangat tajam membuat penerimaan dari usaha perkebunan dan jual TBS sangat jauh berkurang, sehingga berimbas pada beban usaha perusahaan. Tetapi ia kembali berjanji, PT BAK tetap bertanggung jawab membayar gaji karyawan yang tertunggak setelah memiliki dana yang bersumber dari tanaman kelapa sawit. Tidak dicantumkan secara pasti, kapan pembayaran akan dilakukan.
Hasil pertemuan di Disnakertranskop dan UKM Barut, para karyawan sepakat menerima pembayaran sebesar Rp1,9 juta yang akan dilakukan pada 10 Januari 2019. Sedangkan pada 11 Januari 2011 akan digelar penghitungan hak-hak pekerja secara bersama-sama di Muara Teweh. Bagaimana Ediko, bisakah ini terealisasi? (mel)
Discussion about this post