KALAMANTHANA, Pulang Pisau – Dalam sidang Praperadilan yang diajukan tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan infrastruktur kawasan kumuh di Kahayan Hilir yang bersumber dari dana APBN tahun anggaran 2016 Yupie Hendra, memutuskan penetapan tersangka kepada Yupie tidak sah oleh Kejaksaan Negeri Pulang Pisau (Kejari Pulpis).
“Kami tetap menghormati putusan hakim, meski demikian kita akan mempertimbang kembali penetapan tersangka terhadap pemohon Praperadilan atas nama Yupie Hendra,” kata Kejari Pulang Pisau Triono Rahyudi melalui Kasi Pidsus Amir Giri Muryawan, Rabu (23/1/2019).
Ia menjelaskan, alasan yang dijadikan pertimbangan hakim praperadilan terkait audit perhitungan kerugian negara dari BPKP yang tidak sah, dikarenakan yang berhak melakukan audit adalah BPK berdasarkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016.
Menurut pihaknya Itu sudah terlalu jauh masuk kedalam pokok perkara, karena hal tersebut yang akan dibuktikan oleh penuntut umum pada pengadilan tipikor pada saat persidangan nanti.
“Tetapi malah menjadi pertimbangan hakim praperadilan hanya menguji dua alat bukti untuk penetapan tersangka oleh penyidik. Meski demikian, kami tetap menghormati putusan tersebut,” ucap dia.
Menurutnya, hakim juga tidak mempertimbangkan fakta yang diperoleh dari persidangan praperadilan, saksi dan bukti-bukti tidak dipertimbangkan. Karena, berdasarkan fakta dipersidangan tersebut tidak ada satupun saksi maupun bukti yang dapat mematahkan empat alat bukti yang sudah dikumpulkan oleh penyidik.
Alat bukti tersebut yakni, keterangan ahli dari LKPP tanggal 6 September 2018 dan ahli dari fakultas tehnik Unlam Banjar Baru tanggal 19 Nopember 2018 serta alat bukti surat dari ahli tehnik Unlam tanggal 5 Nopember 2018 yang kesimpulannya terdapat kekurangan volume pekerjaan sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim praperadilan.
“Alat bukti tersebut sudah didapatkan jauh sebelum penetapan tersangka Yupie Hendra selaku pemohon pada tanggal 28 Nopember 2018,” ungkapnya.
Dalam pertimbangan penyidik saat itu, lanjutnya, setelah melakukan pemeriksaan ahli teknis Unlam Banjar Baru tanggal 19 Nopember 2018, dengan kesimpulan terdapat kekurangan volume pekerjaan. Serta berdasarkan kontrak volume pekerjaan disyaratkan beton cor K-175. Namun pada laporan bantuan teknis fakultas tehnik Unlam hanya K-38 saja.
Atas dasar tersebut, penyidik yakin bahwa kerugian negara itu nyata dan pasti, sehingga pada tanggal 21 Nopember 2018, penyidik meminta audit dari BPKP untuk menghitung kerugian keuangan negara.
“Pada 20 Desember 2018 hasil audit menemukan kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar dari nilai proyek Rp 6,3 miliar,” jelasnya.
Namun sayang, lanjut dia, alat bukti yang diajukan pihaknya pada persidangan praperadilan, sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim. Namun, pihaknya tetap menghormati putusan tersebut dan akan melaporkan secera berjenjang kepada pimpinan.
Selain itu, kata dia, pihaknya saat mendengarkan putusan yang dibacakan oleh Hakim tunggal merupakan keputusan pengadilan Negeri Sintang bukan Pengadilan Negeri Pulang Pisau. Pihaknya pun sempat meminta kepada hakim untuk melihat surat putusan dimaksud.
“Apakah itu salah baca atau salah ketik, kami tidak tahu, walau pun hari ini pemohon menang bisa saja nanti kami akan menetapkan tersangka kembali,” tandasnya. (app)
Discussion about this post