KALAMANTHANA, Muara Teweh – Guna menghindari terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III, Badan Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, mengajari 63 kepala desa cara menangani masalah, Selasa (26/3/2019) di Muara Teweh.
Kepala SKW III BKSDA Muara Teweh, Nizar Ardhanianto, mengatakan kegiatan ini merupakan tindaklanjut kejadian orang utan masuk wilayah perkampungan di Desa Lampeong I, Kecamatan Gunung Purei dan buaya masuk ke Sungai Butong, Desa Butong, Kecamatan Teweh Selatan. BKSD merasa perlu menyosialisasikan penanganan konflik, sehingga aparat dan warga desa tidak salah menangani.
“Satwa-satwa yang masuk ke wilayah penduduk merupakan satwa yang dilindungi. Kami mengundang 63 kades di Barut, karena kami menilai daerahnya berbatasan langsung dengan hutan, sehingga rawan terjadi konflik antara satwa liar dengan manusia,” ujar Nizar, Selasa pagi.
Sekretaris Daerah Barut Jainal Abidin, menyatakan melalui sosialisasi penanganan konflik manusia dengan satwa liar, warga desa bisa menghindari kerugian harta benda maupun keselamatan jiwa manusia dan satwa liar. “Biar masyarakat mengetahui aturan dan cara memperlakukan tumbuhan dan satwa liar,” ucap dia.
Menurut Jainal, pada tahap tertentu konflik antara manusia dan satwa liar dapat merugikan semua pihak. Kerugian secara umum, misalnya tanaman pertanian dan atau perkebunan rusak, pemangsaan ternak, bahkan dapat menimbulkan korban jiwa manusia. Pada sisi lain menyebabkan kematian satwa liar. “Itu semua terjadi akibat penanggulangan konflik yang salah,” sebutnya.
Ia menambahkan, konflik antara manusia dan satwa liar cenderung meningkat akhir-akhir ini. Bahkan di Barut, seekor hewan yang dilindungi masuk ke dalam areal permukiman warga. Para kades perlu memiliki kesamaan pemahaman, persepsi, langkah, dan komitmen menanggulangi konflik antara manusia dengan satwa liar.(mel)
Discussion about this post