KALAMANTHANA, Palangka Raya – Kontes demokrasi itu tak sulit ditebak. Dia bisa dibaca melalui survei, misalnya. Yang sulit ditebak itu adalah posisi pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk di Kalimantan Tengah.
Didapuknya Arton S Dohong memimpin DPD PDI Perjuangan Kalimantan Tengah adalah sesuatu yang tak pernah dikira-kira sebelumnya. Tak ada nama Arton dalam kandidat kuat ketua DPD PDI Perjuangan di Bumi Isen Mulang.
Sebelumnya, nama-nama yang beredar adalah figur-figur kuat dan berpengaruh di Kalimantan Tengah. Mulai dari Reinhard Atu Narang yang sudah 20 tahun memimpin PDIP, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, hingga mantan Bupati Murung Raya Willy Midel Yoseph.
Ada nama-nama pinggiran lain, tapi tidak Arton. Nama-nama pinggiran itu antara lain Duwel Rawing, Hamka Nasution, Fredy Ering, Asdi Narang, hingga Agustiar Sabran.
Tapi, begitulah cara berdemokrasi internal di PDI Perjuangan. Seorang pengamat menyebut demokrasi internal PDIP itu bukan dari bawah ke atas, melainkan dari atas ke bawah. Hampir semua hal penting ditetapkan di DPP PDIP, terutama dengan memainkan figur sentral pada Megawati Soekarnoputri.
Demokrasi semacam itu memiliki risiko. Kasus yang terjadi pada pergantian kepemimpinan di DPC PDIP Surabaya adalah salah satu contohnya. Adi Sutarwijono, mantan wartawan Tempo, yang didapuk DPP PDIP memimpin cabang partai di Surabaya, mendapat “perlawanan” dari pendukung Wishnu Sakti Buana. Sampai di media sosial muncul tagar menohok: #HilangnyaDemokrasiPDIP.
Apa yang terjadi di Kalimantan Tengah, meski tak mendapat perlawanan seperti di Surabaya, adalah bukti lain demokrasi topdown itu. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba nama Arton S Dohong menyeruak dan ditetapkan sebagai Ketua DPD PDIP Kalteng lima tahun ke depan, menggantikan Atu Narang.
Arton dalam kepemimpinannya nanti akan dibantu Sekretaris Sigit Yunianto yang kini juga menjabat Ketua DPRD Kota Palangka Raya dan Bendahara Wiyatno yang sebelumnya Sekretaris DPC PDIP Kapuas. (ik)
Discussion about this post