KALAMANTHANA, Muara Teweh – Papa (nama samaran), orang tua Gadis (11), korban dugaan perkosaan Kepala Desa Nirui, PMP alias Puncak (52) di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, mengaku kecewa, begitu mendengar tuntutan 12 tahun dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa.
Sejak awal kasus ini dibawa ke ranah hukum, pihak keluarga berharap sang kades dituntut hukuman seberat-beratnya. “Kami pihak keluarga korban menginginkan tuntutan yang maksimal atau seberat-beratnya. Yang jelas, tuntutan itu kurang memuaskan bagi kami,” kata Papa kepada KALAMANTHANA melalui pesan aplikasi whatsapp, Jumat (2/8/2019).
Menurut Papa, dia akan berkoordinasi dengan seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah membantu keluarganya, sehingga tindak kriminal ini bisa disidangkan di PN Muara Teweh, guna menyikapi tuntutan terhadap terdakwa. “Kami selalu berharap pelaku dihukum setimpal dengan perbuatannya,” ucap Papa.
Sebelumnya, sidang yang dipimpin Hakim tunggal Fredy Tanada dengan agenda mendengarkan tuntutan JPU Liberty SM Purba, digelar Kamis (1/8) di PN Muara Teweh. Sidang ini dilakukan secara tertutup, karena menyangkut perkara asusila terhadap anak di bawah umur.
“Tuntutan berkaitan dengan perlindungan anak, sebagaimana dakwaan kami. Yang pasti tuntutan sesuai dengan rasa keadilan korban,” kata Liberty kepada wartawan usai sidang di Muara Teweh, Kamis.
Berapa tahun tuntutan terhadap terdakwa Puncak? “Kalau itu mungkin dengan pengacaranya atau dengan keluarga korban. Ini sidang tertutup untuk umum, sehingga kami tidak bisa memberikan keterangan lebih rinci. Setelah ini, materi sidang mendengarkan pembelaan dari terdakwa,” papar Liberty.
Hasil penelusuran KALAMANTHANA, terdakwa Puncak dikenakan tuntutan seperti diatur dalam Pasal 81 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hukuman maksimal 15 tahun penjara dan hukuman minimal lima tahun penjara, serta denda uang paling banyak Rp5 miliar. (mel)
Discussion about this post