KALAMANTHANA, Muara Teweh – Bagaimanakah nasib Boy (16), sebut saja begitu, remaja Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, yang jadi korban pemukulan dan pengeroyokan di Jambu, April lalu? Menyedihkan.
Nita (35), ibu korban, menyebutkan akibat pemukulan tersebut, anaknya terpaksa harus berhenti sekolah karena kesehatannya yang terganggu. Dia hanya menyelesaikan sampai kelas II MTs Lahei II.
“Sampai sekarang dia masih wajib menjalani perawatan di (rumah sakit) Kalawa Atei dan rumah sakit di Banjarmasin,” ujar ibu kandung Boy itu di Muara Teweh, Kamis (31/10/2019).
Nita ikut bersama anggota keluarganya yang lain mendatangi Kantor PWI Kabupaten Barito Utara di Muara Teweh. Dia datang bersama Usup Riyadi dan Akhmad Budiman, paman korban. “Kami dari keluarga miskin. Sakit hati dibuat begini,” tegasnya.
Keluarga mengadu ke PWI, dan kemudian rencananya juga ke Polres Barito Utara, tentang ingkar janji tujuh keluarga pelaku pemukulan itu. Mereka, tak sesuai perjanjian, ternyata tidak menyantuni korban yang kondisinya sakit-sakitan.
“Kami datang melaporkan kasus yang menimpa anak kami tahun lalu. Dia dikeroyok dan dianiaya saat acara dangdutan di Jambu 1 April 2018. Ada perjanjian damai, tetapi belakangan keluarga pelaku ingkar janji. Kami harus membiayai sendiri biaya perawatan anak kami,” ungkap Akhmad.
Lebih menyakitkan lagi, sambung Akhmad, saat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan surat perjanjian damai tertanggal 18 Juli 2018, justru jawaban menyakitkan hati keluar dari mulut salah satu orang tua pelaku.
“Jangankan untuk bayar pengobatan, seribu rupiah pun kami nggak akan beri uangnya,” ucap Akhmad menirukan perkataan orang tua pelaku.
Tindakan ini dianggap ingkar janji, karena dalam perjanjian damai tertera bahwa pihak pelaku mengakui kesalahan, bersedia melakukan syukuran silaturahmi, dan bersedia mengobati korban Boy. Jika pihak pelaku mengingkari pernyataan, mereka bersedia dituntut secara hukum. (mel)
Discussion about this post