KALAMANTHANA, Tanjung – NE (55), warga Desa Sikui, Kecamatan Teweh Baru, Barito Utara, Kalimantan Tengah, marah tak kepalang. Dia laporkan S ke kantor polisi di Tabalong, Kalimantan Selatan. Apa pasal?
Dia mendapatkan kabar, cucunya, SL (13), menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan S (30) di Desa Kembang Kuning, Haruai, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Ironisnya, S adalah ayah tiri SL.
NE mendengar kabar tersebut dari keponakannya, I (26). Begitu mendengar kabar itu, langsung saja dia mendatangi rumah nenek SL yang tak jauh dari rumah korban. Kedatangannya untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
Bagai disambar geledek, dia mendapatkan kenyataan bahwa informasi tersebut memiliki kebenaran. Sebagai kakek, dia tak terima atas perbuatan S terhadap cucunya. Langsung dia melaporkan ke Polres Tabalong.
Berbekal laporan itulah, aparat Polres Tabalong langsung mencari keberadaan S. Sang pria yang dituduhkan melakkan perbuatan bejat itu akhirnya bisa ditangkap pada Senin (25/11) siang di rumahnya di Desa Kembang Kuning.
Polisi langsung melakukan interogasi setelah mengamankan S. Dari pengakuannya, S tak mengelak telah melakukan perbuatan tak senonoh itu.
Kapolres Tabalong AKBP M Muchdori melalui Kasat Reskrim Iptu Matnur membenarkan kejadian dugaan pelecehan seksual itu. Dia bahkan menegaskan ada dugaan S melakukan persetubuhan dengan anak tirinya yang masih seorang pelajar itu.
Petugas yang terdiri dari gabungan Unit Jatanras Polres Tabalong dan Polsek Haruai pun mengamankan tersangka. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah barang bukti seperti selembar kaos dalam warna jingga, selembar kaos lengan pendek warna biru muda, selembar celana panjang warna hitam, selembar celana dalam warna biru muda dan bra warna merah muda dan satu kasur berwarna biru.
S disangkakan sebagimana dimaksud dalam pasal 76D Jo pasal 81 ayat (3) UU RI No. 17 tahun 2016 tetang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI no. 35 tahun 2014 perubahan atas UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang.
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain yang dilakukan oleh wali (orang yg memiliki hubungan keluarga) dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar dan ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana,” bunyi pasal tersebut. (ik)
Discussion about this post