KALAMANTHANA, Palangka Raya – Apakah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palangka Raya itu sudah menjadi rumah biasa saja? Begitulah pikiran publik ketika melihat kasus demi kasus terjadi di lapas tersebut.
Teranyar, kasus yang terjadi dilakukan warga binaan berinisial EP (26). Meskipun terbatas, faktanya dia memiliki fasilitas yang semestinya tak boleh didapatkan di dalam tahanan. Apa itu? Alat komunikasi telepon seluler.
Berbekal ponsel itu, EP, terpidana kasus pembunuhan dan penipuan yang divonis 17 tahun itu, bergerak melanjutkan aksi-aksi kriminalnya. Dia bermain di media sosial, meretas akun media sosial seorang anggota TNI yang bertugas di Sumatera Utara, lalu menipu puluhan orang. Korbannya dari berbagai penjuru negeri, bahkan dari luar negeri. Uang hasil tipuannya mencapai Rp500 juta. Luar biasa.
Dia lakukan aksi peretasan itu sejak pertengahan 2019. Artinya, patut diduga sedikitnya hampir selama enam bulan dia menggunakan fasilitas ponsel itu di dalam lapas. Ironisnya, yang menangkapnya menggunakan ponsel dan menipu banyak orang bukan petugas lapas, melainkan anggota Polresta Palangka Raya.
“Dia kami tangkap atas laporan dua perempuan yang berdomisili di Kota Palangka Raya. Hasil penyelidikan, ternyata pelaku adalah narapidana Lapas Kelas IIA Palangka Raya,” kata Kapolresta Palangka Raya Kombes Dwi Tunggal Jaladri, di Palangka Raya, Senin.
Jaladri menegaskan, uang hasil penipuan yang dicairkan pelaku melalui sembilan anjungan tunai mandiri (ATM) milik rekan satu lapas tersebut. Uang itu dihabiskan untuk bermain judi online. Untuk bermain judi online, artinya EP pun memiliki alat komunikasi yang tersambung dengan jaringan, kemungkinan ponsel.
Ironis? Tentu saja.Sebab, hanya sekitar dua bulan sebelumnya, napi di Lapas Kelas II A Palangka Raya juga terciduk polisi sebagai pihak yang terlibat dalam jaringan narkoba. Lebih parah, karena warga binaan itu berperan sebagai pengendali.
Pengungkapan kasus ini berawal dari tertangkapnya Wiwi Wisayati. Lalu, polisi juga meringkus Romi Indrawan, Andre Atella, Zakaria, Jonatan, Ali Zaenal Abidin, dan Sunta. Salah satunya mengaku sabu yang mereka edarkan itu berada dalam jaringan yang dikendalikan Ilmi, narapidana di dalam lapas tersebut. Wiwi bahkan mengaku mengambil narkoba dari narapidana tersebut. Jika betul pengakuan Wiwi, bagaimana mungkin narkoba jenis sabu-sabu yang diperdagangkan ada di dalam lapas?
Lalu, pada 22 Desember 2019 lalu, pengungkapan kasus ribuan pil ekstasi untuk tahun baru di wilayah Sumatera Utara, juga dibongkat Ditjen Bea dan Cukai, Polda Sumut, dan Kodam I/Bukit Barisan. Pil ekstasi itu berasal dari Prancis, berkualitas nomor wahid. Ternyata, ekstasi tersebut juga dikendalikan narapidana di Lapas Palangka Raya.
Tentu saja publik layak bertanya, sejauh mana pengawasan yang dilakukan petugas Lapas Palangka Raya dalam mengendalikan tindak kriminal yang ternyata masih dilakukan sebagian warga binaan itu. Itu sebabnya, kemudian muncul pertanyaan iseng, tapi menohok, apakah Lapas Kelas II A Palangka Raya itu sudah jadi rumah biasa, di mana penghuninya bebas melakukan apa saja? (ik)
Discussion about this post