KALAMANTHANA, Muara Teweh – Ada yang aneh pada diri MM, mantan Kepala Desa Sampirang I, Barito Utara. Sifatnya yang kooperatif berubah 180 derajat sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana desa (DD).
“Saat masih menjadi saksi, MM justru kooperatif,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Barito Utara, Indra Saragih, kepada KALAMANTHANA di Muara Teweh.
Sebaliknya, ketika statusnya naik sebagai tersangka, MM seperti hilang ditelan bumi. Indra menyebutkan sejak surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dikeluarkan dan dilakukan pemanggilan terhadap MM, ternyata yang bersangkutan tak pernah datang ke kejaksaan.
“Statusnya tersangka sehingga sudah tiga kali dipanggil. Tapi dia tak pernah datang,” ujarnya.
Itu sebabnya, MM kemudian dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Barito Utara. Kepala Kejari Barito Utara, Basrulnas menyampaikan MM ditetapkan sebagai DPO karena tiga kali mangkir dari pemeriksaan terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.
“Siapa pun yang mengetahui keberadaan MM bisa manghubungi Kasi Pidsus atau Kasi Intel Kejari Barito Utara. MM beralamat terakhir di RT 02 Desa Sampirang I, Kecamatan Teweh Timur,” ujar Basrulnas.
Indra menambahkan, sesuai dengan LHP September 2019, kerugian negara akibat korupsi proyek pembukaan jalan desa (telford) berasal dari DD sebesar Rp620 juta. Total nilai proyek Rp762 juta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan jaksa, dari total Rp762 juta, cuma sekitar Rp100 yang benar-benar dikerjakan. Sedangkan item pekerjaan lain seperti pembelian batu Rp400 juta, sirtu Rp150 juta, dan mobilisasi Rp140 juta diduga fiktif dan mark-up. Termasuk pula dugaan pemalsuan tanda tangan pemilik alat berat.
Dalam proses penyidikan, sebut Basrulnas, MM diduga kuat melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 9 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan tipikor jo UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (mel)
Discussion about this post