KALAMANTHANA, Pontianak – Suryadman Gidot harus menyiapkan kehidupan lima tahun di balik terali besi. Dia dijatuhi hukuman lima tahun itu oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Selasa (19/5/2020).
Suryadman Gidot adalah Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat, dua periode. Tak hanya itu, sebelumnya lima tahun pula dia menjalani karier sebagai wakil bupati. Dia terjerembab kasus permainan proyek di Bengkayang.
Selain menjatuhkan hukuman penjara lima tahun, Suryadman Gidot juga dijatuhi denda Rp200 juta. Hukuman itu lebih ringan setahun dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni enam tahun dan denda Rp200 juta.
Jika Suryadman Gidot tak membayarkan denda tersebut, hakim menambahnya dengan hukuman kurungan satu bulan. “Barang bukti disita untuk barang bukti penanganan dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Aleksius,” kata Ketua Majelis Hakim PN TipikorPontianak, Prayitno Iman Santosa, dengan dua anggotanya, yakni Mardiantos dan Bhudi K di Pontianak, seperti dilansir Antara.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga memutuskan bahwa terdakwa tetap dilakukan penahanan dan sidang kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan vonis dengan terdakwa mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius melalui video conference.
Suryadman Gidot dan penasihat hukumnya, Andel. menyatakan akan pikir-pikir dulu terhadap vonis tersebut. Begitu juga jaksa dari KPK yang juga menyatakan pikir-pikir atas vonis majelis hakim tersebut.
Sebelumnya, jaksa Trimulyono menyatakan Suryadman Gidot terbukti menerima suap senilai Rp340 juta yang berasal dari kontraktor melalui Aleksius. Sementara Aleksius dituntut dengan 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Sebelumnya, dalam konstruksi perkara KPK pascaoperasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus itu disebutkan bahwa Suryadman meminta uang kepada Aleksius. Permintaan uang tersebut dilakukan Suryadman atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan Rp6 miliar.
Suryadman Gidot diduga meminta uang kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan masing-masing sebesar Rp300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Aleksius menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.
Hal itu dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan bupati. Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp200 juta.
Kemudian, Aleksius menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait paket pekerjaan penunjukan langsung melalui staf honorer pada Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Fitri Julihardi (FJ).
Rinciannya, pertama Rp120 juta dari Bun Si Fat, Rp160 juta dari Pandus, Yosef, dan Rodi serta Rp60 juta dari Nelly Margaretha. (ik)
Discussion about this post